JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi BBM solar bersubsidi pada 2020 akan meningkat signifikan dibanding tahun ini. Bahkan melampaui proyeksi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.

Pada RAPBN 2020 kuota solar bersubsidi dipatok 15,36 juta Kiloliter (KL). Sementara  Pertamina memproyeksikan konsumsi bisa mencapai 17 juta KL.

“Kami perkirakan tahun depan prognosanya mencapai 17 juta KL. Dan ini barangkali kami akan meminta DPR sebagai bahan masukan untuk target tahun depan mengingat di APBN masih 15,3 juta KL,” kata Nicke dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis malam (28/11).

Tren peningkatan konsumsi solar bersubsidi sudah terlihat sejak tahun ini. Konsumsi hingga akhir 2019 diprediksi akan jebol dari kuota yang sudah ditetapkan. Pertamina memproyeksikan kebutuhan BBM solar bersubsidi hingga Desember 2019 mencapai 16 juta KL dibanding kuotanya sebesar 14,5 juta KL.

Berdasarkan hasil audit yang dilakukan  Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) jebolnya kuota solar tahun ini juga turut diakibatkan oleh praktek penyelewengan dalam distribusi solar. Banyak oknum yang memanfaatkan solar subsidi justru untuk kegiatan industri, pertambangan atau perkebunan.

BPH Migas sendiri sempat mengeluarkan surat edaran pembatasan distribusi solar subsidi, hanya saja aturan tersebut tidak bertahan lama.

Menurut Nicke, selain karena adanya peningkatan konsumsi di sektor pertambangan dan perkebunan, mulai rampungnya berbagai ruas tol baru juga turut mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar.

“Demikian juga dengan dibukanya jalur tol baik di Jawa maupun di Sumatera. Ini yang kemudian juga membuat demand meningkat. Dengan tren demand seperti itu, maka kuota 2019 akan habis di akhir November. Kami melihat memang terjadi kekurangan kuota di beberapa daerah,” ungkapnya.

Selain BBM solar bersubsidi, Pertamina juga memprediksi peningkatan pada konsumsi BBM penugasan jenis premium. Dalam APBN tahun ini volume penugasan premium ditetapkan 11 juta KL, tapi kemungkinan ada kenaikan 1 juta KL.

“Inilah yang menjadi dasar kenapa prognosa 2019 lebih tinggi dibanding 2018. Jadi kalau meihat prognosa premium 2019 yaitu 12 juta KL, lebih tinggi dari kuota yang diberikan yaitu 11 juta KL,” kata Nicke.(RI)