TANJUNG ENIM – Konstruksi proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan sebagai pengganti liquefield petrpleum gas (LPG) akhirnya dimulai. Presiden Joko Widodo secara langsung meresmikan proyek tersebut.

Jokowi menegaskan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME sudah diinisiasi sejak enam tahun lalu. Untuk itu dia meminta jajarannya untuk memastikan proyek tersebut bisa rampung sesuai dengan yang dijanjikan oleh para investor yakni konsorsium PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), dan Air Products & Chemicals Inc. (APCI).

“Ini selesai 30 bulan. Jangan ada mundur-mundur lagi,” kata Jokowi, saat meresmikan proyek, di Tanjung Enim, Senin (24/1).

Dia menuturkan nilai impor LPG sangat besar mencapai Rp80 triliun dari total kebutuhan LPG yang ada yakni sekitar Rp100 triliun. “Itu pun juga baru disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harga tinggi subsidi Rp60-70 triliun. Apakah ini mau kita teruskan, impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan kerja di negara lain padahal kita miliki raw meterial yaitu batu bara yg diubah jadi DME,” jelas Jokowi.

Sementara itu, Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menjelaskan nilai investasi proyek DME ini mencapai US$15 miliar atau sekitar Rp33 triliun.

Air Product, kata Bahlilm  telah menyanggupi untuk selesaikan pabrik pengolahan DME lebih cepat dari target. “Waktunya seharusnya 36 bulan, tapi kami rapat minta 30 bulan investasi full dari Amerika,” ujar Bahlil.

Dia mengklaim salah satu manfaat terbesar hilirisasi selain menurunkan impor juga penciptaan lapangan kerja. Menurut Bahlil proyek DME merupakan investasi terbesar yang digelontorkan perusahaan Amerika setelah berinvestasi melalui Freeport.

“Investasi terbesar yg kedua setelah Freeport. Ini akan menghasilkan 12-13 ribu dari konstruksi, 11-12 ribu di hilir oleh Pertamina, eksisting produksi lapangan kerja disiapkan 3 ribu. Itu langsung, kalau tidak langsung bisa 3-4 kali lipat,” ungkap Bahlil. (RI)