JAKARTA – Ketidakpastian kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dinilai  dapat berpengaruh pada iklim investasi batu bara 2019.

Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), mengatakan rencana pemerintah mengubah kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) yang masa kontraknya akan berakhir dan bentuk pengusahaannya dikonversi menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi akan dapat mempengaruhi gairah pelaku usaha batu bara di tahun depan.

“Apapun keputusannya, kalau itu belum dibuat akan membuat ketidakpastian. Investasi akan slow down,” kata Pandu di Jakarta, Selasa (18/12).

Menurut dia, jika kedua kebijakan tersebut masih belum diperjelas maka kemungkinan produksi batu bara tidak akan tumbuh tahun depan. Dari posisi saat ini kemungkinan besar produksi akan flat di 480 juta-500 juta ton untuk 2019.

“Ini juga tentu ada keinginan dari pemerintahan untuk meningkatkan produksi untuk menekan defisit (transaksi berjalan), tapi sekarang dengan ketidakpastian tersebut saya rasa akan sangat sulit untuk menaiklan produksi secara short term,” ungkap Pandu.

Selain itu, kata Pandu, ketidakjelasan kebijakan juga akan memperlambat upaya hilirisasi produk batu bara. Pemerintah ingin para produsen batu bara mengembangkan produknya menjadi turunan seperti tenaga listrik, gas maupun bahan bakar minyak.

“Batu bara sejauh ini hanya ke pembangkit, kalau ke gas, teknologinya dulu belum ada, baru sekarang ini ada. Lalu economic scale, bagaimana membangun yang besar agar investasinya masuk. Kalau likuifaksi perlu ada dukungan regulasi untuk membuatnya lebih jelas baik dari sisi pajak, investasi karena itu merupakan yang baru,” kata Pandu.

Dalam kesempatan yang sama, Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO), mengatakan   rencana pemerintah yang tertuang dalam revisi beleid PP 23/2010 ini pada dasarnya harus dilihat secara seksama.

“Yang diuntungkan justru pemerintah Indonesia karena ada kepastian hukum,” kata Garibaldi.

Menurut Garibaldi, industri batu bara harus dilihat secara keseluruhan, harus ditegaskan bahwa pemerintah Indonesia senantiasa menjamin kepastian hukum.

“Lihat seksama, bahwa undang-undang minerba pasal 169a, pemerintah dan negara mengakui bahwa kontrak itu berlaku bahwa tentunya kewajiban dan hak perusahaan tambang tetap diakui,” tandas Garibaldi.(RA)