NEW YORK– Setelah sempat turun, harga minyak global kembali naik pada penutupan perdagangan Jumat atau Sabtu (13/4). Kenaikan harga ini karena sentimen pasar terangkat oleh sebuah kesepakatan besar dalam industri energi di tengah berlanjutnya tanda-tanda pengetatan pasokan global.

Kantor berita Xinhua melaporkan minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei naik US$0,31 menjadi menetap pada US$63,89 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni naik US$0,72 menjadi ditutup pada US$71,55 per barel di London ICE Futures Exchange.

Raksasa minyak AS Chevron Corporation mengatakan pada Jumat (12/4/2019) bahwa mereka akan membeli Anadarko Petroleum Corporation dalam transaksi saham dan tunai senilai US$33 miliar untuk meningkatkan posisinya di pasar minyak serpih dan gas alam cair.

Harga minyak juga mendapat dukungan dari tanda-tanda terus berkurangnya pasokan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.

Produksi oleh negara-negara OPEC pada Maret mencapai 2,2 juta barel per hari (bph) lebih rendah dari November dan sekarang ada ketidakpastian mengenai Libya, kata sebuah laporan yang dirilis oleh Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (11/4).

Sementara itu, produksi minyak oleh produsen non-OPEC pada kuartal I 2019 turun 0,7 juta barel per hari dibandingkan dengan kuartal IV pada 2018, laporan itu mengungkapkan.

Produksi minyak mentah Venezuela telah turun di bawah satu juta barel per hari akibat sanksi-sanksi AS, Badan Energi Internasional mengatakan pada Kamis (11/4), bahkan di bawah 960.000 barel per hari yang dilaporkan OPEC pada Rabu (10/4).

Pasokan Iran juga bisa jatuh lebih jauh setelah Mei, jika seperti yang diperkirakan banyak orang, Washington memperketat sanksi-sanksi terhadap Teheran.
Pada Desember, OPEC dan produsen minyak utama lainnya, termasuk Rusia, berjanji untuk memotong produksi sebesar 1,2 juta barel per hari guna menopang harga, efektif mulai Januari tahun ini.

OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia akan bertemu di Wina pada 25-26 Juni untuk menetapkan kebijakan mereka, guna memutuskan apakah akan terus menahan pasokan. (RA)