JAKARTA – Pemerintah dinilai tidak konsisten dalam mengejar target hilirisasi mineral yang selama ini digaungkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 46.K/KM.04/MEM.B/2021 tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan Ke Luar Negeri Mineral Logam Pada Masa Pandemi Covid-19 bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan keputusan yang dikeluarkan pada 12 Maret 2021 itu dinilai tidak adil dan inkonsisten terkait kebijakan hilirisasi hasil tambang mineral logam. Pasalnya, pemegang izin yang tidak memenuhi persentase kemajuan fisik pembangunan smelter paling sedikit 90% pada dua kali periode evaluasi, sejak ditetapkannya Kepres Nomor 12 Tahun 2020 tentang pandemi Corona sebagai bencana nasional, tetap dapat diberikan rekomendasi persetujuan ekspor.

Menurut Mulyanto, Kepmen tersebut janggal karena perusahaan yang tidak berprestasi ( tidak mampu membangun smelter sebesar 90%) malah dapat diberikan rekomendasi persetujuan ekspor. Dengan kata lain, berapapun persentase kemajuan pembangunan smelter dari pemegang IUP dan IUPK, akan dapat diberikan rekomendasi persetujuan ekspor.

Kondisi tersebut berpotensi melanggar dengan Undang-Undang, khususnya UU No. 4/2009 dan revisinya UU No. 3/2020 tentang Minerba dan Putusan MK No. 10/2014.

“Ini kan aneh, masak Kepmen bertentangan dengan Undang-Undang. Pemerintah jangan poco-poco atau buka-tutup kebijakan. Ini akan membingungkan penambang, pengusaha smelter dan investor. Pertanyaannya, bagaimana dengan mereka yang berprestasi, karena dapat menyelesaikan pembangunan smelter lebih dari 90%?” ujar Mulyanto, Kamis (25/3).

Mulyanto menilai Kepmen 46 sangat berbahaya karena secara langsung akan mengendorkan semangat para pemegang IUP dan IUPK dalam mengembangkan kapasitas dan kemampuan teknologi smelter domestik.

“Bukan sebaliknya, pengusaha mineral yang tidak berprestasi malah dimanjakan dengan diberikan persetujuan ekspor,” lanjut Mulyanto.

Di sisi lain Kepmen ini berlawanan dengan Semangat UU No.3/2020 tentang Minerba, yang merevisi UU No.4/2009 yang menegaskan kewajiban untuk mengolah mineral logam untuk mendapatkan nilai tambah dan efek pengganda ekonomi domestik yang lebih besar.

Tafsir MK No. 10/2014 atas pasal-pasal kewajiban mengolah mineral logam di dalam negeri pada UU Minerba adalah berupa pelarangan ekspor mineral logam mentah.

“Kepmen ini akan menjadi preseden buruk, karena kembali mencerminkan sikap pemerintah yang inkonsisten dalam kebijakan hilirisasi tambang kita. Yang membingungkan penambang, perusahaan smelter dan investor. Kebijakan yang plin-plan dan tidak berwibawa seperti ini akan sulit diharapkan untuk sukses,” kata Mulyanto.(RI)