JAKARTA – Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan dan Pusat (P3GL) – Badan Litbang ESDM menyiapkan recognize untuk survei geologi kelautan pada calon tapak pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di pesisir pantai Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan tersebut merupakan tahapan pendahuluan kontrak kerja sama survei geologi kelautan dengan Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir – Badan Tenaga Atom Nasional (PKSEN Batan).

Recognize akan berlangsung pada tanggal 25-31 Mei 2021 dan dipimpin oleh Peneliti Madya P3GL, Purnomo Raharjo. Tim P3GL akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat serta penyiapan sarana dan prasarana di lokasi survei, yang berjarak sekitar 135 km dari kota Pontianak. Selanjutnya survei lapangan akan dimulai pada pertengahan Juni 2021.

Kontrak kerja sama sebelumnya telah ditandatangani Kepala P3GL, Hedi Hidayat dengan Kepala PKSEN Batan Suparman dan Pejabat Pembukat Komitmen PKSEN Batan, Eko Rudi di Cirebon tanggal 20 April 2021. Kontrak pekerjaan swakelola tipe II ini akan berlangsung selama 240 hari, mulai dari 20 April sampai 15 Desember 2021.

Hedi mengatakan, survei geologi kelautan pada studi tapak ini merupakan bagian fase pertama pra proyek pembangunan PLTN. Ruang lingkup pekerjaan terdiri dari analisis data geofisika, geologi, oseanografi, lingkungan, dan geohazard. Beberapa kegiatan survei yang dilakukan di antaranya pengukuran morfologi dasar perairan, kaakteristik pantai, kualitas air laut, kualitas sedimen laut hingga bahaya geologi kelautan.

“Hasil pekerjaan survei ini untuk mengetahui kondisi dan karakteristik kawasan pesisi dan laut pada potensi tapak dari calon lokasi PLTN dan menjadi salah satu landasan bagi BATAN untuk menentukan lokasi potensial yang lebih akurat dan aman dari segi ancaman bencana geologi kelautan”, kata Hedi, Minggu (9/5).

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan, alternatif calon tapak PLTN berada di daerah Pantai Gosong, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Peralatan yang digunakan antara lain pengukur pasang surut, pengukur arus dan gelombang, pengukur angina, water sampler serta alat pengujian sedimen dan air di laboratorium.

Lebih lanjut Hedi menambahkan, P3GL mengirimkan tenaga ahli P3GL dari bidang geologi, lingkungan, oseanografi, kelautan, geodesi, sistem informasi geografis, analis kimia, navigasi serta geofisika.

Selain studi tapak, BATAN juga melengkapi dengan studi non tapak. Kerja sama dilaksanakan dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) pada April 2020. Kerja sama tersebut meliputi aspek kelistrikan, ekonomi dan keuangan, manajemen, proses bisnis, pemilihan teknologi, serta analisa biaya.

Studi ini nantinya akan menghasilkan dokumen teknis yang akan menjadi masukan dalam program prioritas riset nasional dan ditargetkan selesai pada tahun 2024.

Selain dengan Puslitbang Geologi Kelautan, BATAN juga bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, sejumlah instansi dan perguruan tinggi.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) ditugaskan menjadi koordinator 3 Prioritas Riset Nasional (PRN), yakni terkait Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), radioisotop dan radiofarmaka, dan Sistem Pemantau Radiasi Lingkungan untuk Keselamatan dan Keamanan (SPRKK). Sesuai rekomendasi Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/ IAEA), pembangunan PLTN di suatu negara dibagi menjadi 3 fase dan setiap fase melalui milestone (batu loncatan).

Fase pertama adalah pra project, utamanya adalah studi kelayakan dan studi tapak. Hasil studi ini akan menjadi penentu lokasi, jenis PLTN, kapasitas. Fase kedua adalah formulasi project, dimana hasil studi kelayakan dan studi tapak, serta desain akan didetailkan kembali. Kemudian masuk ke milestone ke 2, yakni siap melakukan tender. Pada fase ketiga, proyek pembangunan fisik, dan milestone ke – 3 siap dioperasikan.

Dalam konteks PRN ini, BATAN akan memfokuskan pada fase pra project studi kelayakan dan studi tapak di Kalimantan Barat. Pulau Kalimantan menjadi salah satu alternatif lokasi, karena dinilai relatif lebih aman dari gempa. Selain itu Kalimantan Barat akan membutuhkan pasokan listrik yang besar untuk mengolah sumber daya alam mineral bauksit agar lebih bernilai ekonomi.(RI)