JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai harga BBM jenis Pertamax RON92 yang dijual PT Pertamina (Persero) sudah tidak sesuai karena terlalu jauh dibawah nilai keekonomian di pasaran.

Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN, menyatakan dengan kondisi harga seperti sekarang dimana Pertamax dijual hanya Rp9.000 per liter maka sama saja Pertamina telah mensubsidi masyarakat kalangan atas.

“Seperti diinformasikan harga BBM dunia naik dan seperti hitungan dari kawan-kawan Kementerian ESDM RON 92 atau Pertamax itu harga keekonomiannya Rp14,500 per liter. Dan kita tahu Pertamax ini jumlahnya 13% dari konsumsi BBM di Indonesia dan pada umumnya mobil mewah,” jelas Arya kepada awak media, Selasa (22/3).

Kondisi tersebut menurut Arya tidak adil karena dengan harga BBM Pertamax saat ini Rp9.000 per liter sama saja pertamina subsidi Pertamax yang tidak tepat sasaran. “Dan ini jelas artinya, Pertamina subsidi mobil mewah yang pakai pertamax,” tegas Arya.

Menurut dia Pertamina perlu melakukan kalkulasi ulang terhadap harga Pertamax sehingga harganya pantas sesuai dengan keekonomian serta sesuai dengan pasar pengguna Pertamax.

“Ini perlu dihitung ulang supaya ada keadilan jangan sampai pertamina beri subsidi besar kepada mobil mewah yang pakai Pertamax. Sudah saatnya dhitung ulang berapa harga yang layak yang diberikan Pertamina untuk harga Pertamax yang dikonsumsi mobil mewah. Ini utk keadailan semua,”ujar Arya.

Pertamina kara Arya sudah cukup lama tidak sesuaikan harga Pertamax terutama saat harga minyak dunia mulai merangkak naik. Dalam rentan waktu tersebut harga Pertamax yang renda telah dinikmati masyarakat mampu. Menurut Arya kondisi tersebut harus dihentikan. Dia mencontohkan negara-negara lain harga BBM setara Pertamax posisinya sudah jauh diatas harga yang ditetapkan Pertamian saat ini.

Kementerian ESDM sendiri baru saja merilis informasi kisaran harga BBM non-subsidi di beberapa negara ASEAN, antara lain Singapura Rp. 30.800/liter, Thailand Rp. 20.300/liter, Laos Rp. 23.300/liter, Filipina Rp. 18.900/liter, Vietnam Rp. 19.000/liter, Kamboja 16.600/liter, Myanmar Rp. 16.600/liter. (globalpetrolprices, 14 Maret 2022).

“Kalau dibandingkan negara-negara luar, harganya cukup tinggi Rp14.000 – Rp15.000. Kalau di malayasia lebih rendah karena BBM setara Pertamax di sana disubsidi dengan mekasnisme tertentu yang mereka miliki. Jadi saat ini cukuplah ya harusnya kita ulang jangan sampai Pertamina subsidi mobil mewah yang manfaatkan Pertamax,” kata Arya.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, mengatakan harga BBM nonsubsidi sudah seharusnya mengikuti harga pasar. Pengguna BBM nonsubsidi adalah kalangan mampu sehingga kenaikan harganya tidak terlalu masalah karena mereka memiliki daya beli kuat. Apalagi setelah pandemi COVID-19 daya beli antara kelompok masyarakat atas dan bawah makin melebar. “Penaikan harga BBM nonsubsidi juga tidak akan mengganggu indikator ekonomi makro,” ujarnya, Senin (21/3).

Menurut Faisal, bila dilihat dari porporsi penggunaannya, BBM nonsubsidi tidak besar. Paling banyak penggunaannya dan subsidi terutama adalah Pertalite, kendati BBM dengan kadar oktan 90 ini tidak termasuk dalam BBM Penugasan.

“Inflasi BBM itu dipengaruhi terutama dari konsumsi Pertalite yang penggunaan lebih banyak dan mempengaruhi juga ke harga lain terutama sembako. Kalau Pertamax beda. Distribusi barang kan tidak pakai BBM Pertamax,” ujarnya.

Faisal setuju jika BBM RON 92 ke atas tidak perlu disubsidi agar mengurangi beban pemerintah. Apalagi pada 2022, Pertamina sudah menaikkan harga BBM nonsubsidi yang kadar oktannya di atas Pertamax seperti Pertamax Turbo, Pertadex, dan Dexlite. (RI)