PEKANBARU – PT Pertamina (Persero), RNI dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III menandatangani kerja sama nota kesepahaman terkait penyediaan bahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dan Bio Ethanol dalam rangka pengembangan energi baru dan terbarukan.

Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan pada dasarnya pemerintah sudah lama mendorong Pertamina untuk segera melakukan kajian penerapan penggunaan kelapa sawit untuk bahan bakar.

“Kami sudah mendorong terus Bu Nicke (Dirut Pertamina) untuk pemakaian energi. Presiden juga mengingatkan kami untuk mendukung Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia. Salah satu produk yang bisa dimanfaatkan, kelapa sawit. Di Riau ini jumlahnya sangat besar. Kami mau mandapatkan EBT di Riau, mulai dengan kerja sama ini,” kata Rini usai menyaksikan penandatanganan kerja sama antara Pertamina, RNI dan PTPN III di Pekanbaru, Riau, Selasa (19/3).

Menurut Rini, selain memanfaatkan sumber daya sendiri, PTPN III akan bertanggung jawab untuk menyerap kelapa sawit milik petani. PTPN III juga harus menyediakan kebutuhan CPO yang akan diolah Pertamina menjadi bahan campuran Solar ataupun langsung Green Diesel.

“Nanti refinery di Plaju dan Dumai sebagian akan dikonversi memproses kelapa sawit, bukan lagi minyak mentah. Salah satu produk utama, avtur. Itu dimanfaatkan untuk pesawat. Kami akan dorong juga jadi B50 dan berkembang menjadi B100,” ungkap Rini.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan melalui kesepakatan Pertamina-RNI-PTPN III semua pihak bersepakat menjajaki rencana kerja sama pasokan bahan baku nabati. Pasokan dari RNI dan PTPN III yang juga memanfaatkan kebun kelapa sawit milik RNI dan PTPN III dan juga kebun kelapa sawit milik petani kelapa sawit di wilayah kerja RNI dan PTPN III.

“Hasil pengolahan kelapa sawit tersebut akan dimanfaatkan Pertamina untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan bakar nabati,” kata Fajriyah.

Bagi plasma PTPN dan petani kelapa sawit, program tersebut diharapkan mampu meningkatkan serapan produk CPO, sehingga dapat membantu menstabilkan harga TBS (Tandan Buah Segar) di tingkat petani. Selaras dengan hal tersebut, PTPN juga mendorong percepatan peremajaan tanaman kelapa sawit plasma sehingga dapat menjamin pasokan bahan baku bagi pengembangan bahan bakat nabati ke depan.

Disisi lain, bagi RNI sinergi dengan PTPN III dan Pertamina merupakan bagian dari upaya untuk melakukan hilirisasi produk CPO dari kebun kelapa sawit yang dikelola oleh anak perusahaan RNI, yakni PT Perkebunan Mitra Ogan dan PT Laras Astra Kartika. Selain itu juga sebagai upaya untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi, sehingga diharapkan dapat mendukung keberlanjutan dan peningkatan produktivitas produk turunan kelapa sawit, baik dalam lingkup RNI Group maupun secara nasional.

Selain CPO, RNI melalui anak perusahaan yang bergerak di industri gula, yaitu PT PG Rajawali I dan PTPN Group melalui PT Enero akan memasok molases untuk diolah bersama Pertamina menjadi Bioethanol Fuel Grade dengan kapasitas 60.000 kilo liter (KL) / tahun. Molases merupakan produk sampingan yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu, pemanfaatannya untuk diolah sebagai energi baru dan terbarukan dapat memberikan nilai tambah yang signifikan.

Menurut Fajriyah, kerja sama Pertamina-PTPN III-RNI merupakan bentuk sinergi antar BUMN dan menunjukkan komitmen Pertamina menyediakan energi dari sumberdaya dalam negeri yang baru dan terbarukan sehingga menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

“Ini juga sejalan dengan upaya pemerintah yang menetapkan target energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025,” papar Fajriyah.

Saat ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain juga telah menetapkan mandatori biodiesel 20%, yakni kewajiban menjual Solar dengan campuran biodiesel minimal 20%.

Lebih lanjut Fajriyah menuturkan, pasokan bahan baku akan diperlukan seiring dengan program perusahaan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan.

Saat ini Pertamina telah berhasil melakukan uji coba Coprocessing mengolah RBDPO (Refined Bleached And Deodorized Palm Oil) dengan Minyak Fosil secara bersamaan menghasilkan Green Fuels di Kilang Pengolahan, antara lain Coprocessing Green Gasoline di RU III Plaju pada Desember 2018 dengan campuran sampai dengan 7.5% RBDPO menghasilkan Green Gasoline, Green LPG dan Green Propylene.

Serta di RU II Dumai pada bulan ini sedang terus dilakukan uji coba Coprocessing Green Diesel yang menghasilkan Green Diesel dengan campuran RBDPO sampai dengan 12.5%. Ke depan akan dilanjutkan uji coba di Kilang RU IV Cilacap dan RU VI Balongan untuk Coprocessing Green Gasoline dan Green Avtur.

Fajriyah mengatakan Pertamina telah menggandeng perusahaan energi asal Italia, ENI untuk menjajaki kerja sama dalam pengembangan kilang di Plaju yang dapat memproduksi bahan bakar nabati dengan bahan baku CPO.

Sebagai perusahaan energi, Pertamina terus menggalakkan program pengembangan energi baru dan terbarukan.

“Bukan saja yang berbahan dasar tumbuhan seperti CPO, namun juga beberapa energi alternatif lain seperti batubara kalori rendah, geothermal, tenaga surya, dan lain-lain,” tandas Fajriyah.(RI)