JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berencana membangun fasilitas produksi bahan bakar nabati jenis biodiesel dari minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang kemudian akan dicampur dengan solar. Langkah ini menyusul perluasan program mandatory biodiesel 20% atau B20 yang tidak hanya untuk BBM Public Service Obligation (PSO), namun juga Non PSO.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan pembangunan fasilitas produksi CPO akan membuat efisiensi dari pelaksanaan B20 makin terasa. Saat ini peran Pertamina hanya sebatas mencampur biodiesel dengan solar menjadi biosolar dan kemudian mendistribusikannya.

“Ke depan, kami ada rencana membangun green fuel, ada kilang yang diperuntukkan menghasilkan green fuel. Jadi tidak hanya mencampur tapi memproduksi dan itu dari CPO,” kata Nicke di Jakarta, Senin (3/9).

Kilang Dumai menjadi salah satu kilang yang disiapkan untuk memproduksi green fuel.(Foto.Dok/Dunia Energi)

Menurut Nicke, saat ini ide tersebut masih dalam kajian, terutama dari sisi teknologi. Kilang Dumai dan Plaju dijadikan sebagai lokasi yang dipersiapkan untuk mendukung rencana tersebut.

“Sedang dibuat dulu, cari teknologi yang tepat. Jadi rencana itu di Dumai dan Plaju. Supply CPO-nya dekat di sana, itu kan ada tahapannya dulu,” tukas dia.

Pertamina saat ini menjadi penyerap biodiesel, baik saat masih PSO maupun setelah diperluas ke non PSO. Untuk Non PSO Pertamina mendapatkan jatah biodiesel sebanyak 595.168 kiloliter (KL) dari September hingga Desember 2018. Untuk PSO, Pertamina mendapat pasokan 1.950.205 KL.

Nicke mengatakan wilayah Indonesia timur menjadi salah satu fokus perluasan program B20. Pertamina menyiapkan enam Terminal BBM (TBBM) utama yang disiapkan dari 14 fasilitas blending biosolar Pertamina. Salah satu TBBM utama adalah di Wayame, Maluku yang turut memasok kebutuhan biosolar untuk Papua nantinya.

“Wayame itu, kalau tidak salah mensuplai ke 13 atau 14 TBBM kecil di sekitarnya ada yang ke TBBM Biak dan sebagainya,” ungkap dia.

Kedepan, Pertamina akan menambah fasilitas di Indonesia timur karena diproyeksikan kebutuhan BBM akan meningkat pesat seiring dengan mulai terbangunnya berbagai fasilitas publik dan infrastruktur.

“Kami tidak bisa hanya mengandalkan TBBM besar di Wayame saja untuk mensuplai ke Papua. Nanti demand ke Papua meningkat seiring pembangunan infrastruktur di Indonesia Timur,” tandas Nicke.(RI)