NEW YORK – Harga minyak naik lebih dari 2% pada penutupan perdagangan Selata atau Rabu (26/1/2022). Hal ini didorong oleh kekhawatiran investor atas pasokan bisa menjadi ketat karena ketegangan Ukraina-Rusia, ancaman terhadap infrastruktur di Uni Emirat Arab dan perjuangan OPEC+ untuk mencapai target kenaikan produksi bulanan.
Reuters melaporkan harga Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret 2022 melonjak US$1,93 dolar AS atau 2,2%, menjadi US$88,20 per barel. Sementara itu harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret terangkat US$2,29 atau 2,8% sehingga ditutup di US$85,60 per barel.
Kenaikan harga minyak WTI di tengah sentimen pasar yang “risk-off” disebabkan beberapa faktor. Pertama, ekspektasi akan terus berlanjutnya pemulihan permintaan minyak mentah yang kuat tahun ini tetap tinggi dengan sudah melemahnya penyebaran Omicron secara internasional dan tidak dipandang sebagai pukulan jangka panjang.
Kedua, isu pasokan dari OPEC+ yang selama ini menjadi tema utama, dimana negara-negara produsen minyak yang lebih kecil di kartel minyak ini harus berjuang untuk bisa memenuhi kuota produksi yang meningkat.
Selain itu ketegangan geopolitik juga menambah dorongan naik terhadap harga minyak mentah WTI. Pemberontak Yaman yang didukung oleh Iran baru-baru ini kembali menyerang Uni Emirat Arab dengan drone, dekat Strait of Hormuz yang merupakan lokasi kunci produksi minyak global.
Para analis mencatat bahwa harga minyak naik meskipun ada penurunan di pasar ekuitas dan kemungkinan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve AS pada Rabu waktu setempat.
“Risiko geopolitik mengirim harga minyak mentah lebih tinggi karena pasar minyak yang ketat yang sudah berjuang melawan persediaan yang rendah tampaknya rentan terhadap kekurangan dalam beberapa bulan mendatang,” kata Analis Pasar Senior OANDA, Edward Moya.
“Pedagang energi tidak tahu bagaimana situasi di perbatasan Ukraina-Rusia akan terungkap atau apakah Iran akan dapat mencapai kesepakatan nuklir, tetapi kemungkinannya adalah sesuatu tidak akan berjalan dengan baik dan itu kemungkinan akan menyebabkan beberapa kekurangan pasokan untuk pasar minyak,” kata Moya.
Amerika Serikat sedang dalam pembicaraan dengan negara-negara penghasil energi utama dan perusahaan di seluruh dunia mengenai kemungkinan pengalihan pasokan ke Eropa jika Rusia menginvasi Ukraina, kata pejabat senior pemerintahan Biden.
Rusia mengatakan sedang mengamati dengan sangat prihatin setelah Amerika Serikat menempatkan 8.500 tentara dalam siaga untuk siap dikerahkan ke Eropa jika terjadi eskalasi dalam krisis Ukraina.
Di Timur Tengah, gerakan Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran meluncurkan serangan rudal pada Senin (24/1/2022) di pangkalan Uni Emirat Arab yang menampung militer AS. Serangan itu digagalkan oleh pencegat Patriot buatan AS, menurut pejabat AS dan Emirat.
Juga memicu kekhawatiran pasokan adalah kesulitan yang dihadapi oleh OPEC+, yang terdiri atas dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak bersama dengan Rusia dan produsen lainnya, dengan upaya untuk mencapai target peningkatan produksi bulanan sebesar 400.000 barel per hari.
Sementara itu di Iran, pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan Barat mendekati jalan buntu yang berbahaya, Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan pada Selasa (25/1/2022). Keberhasilan dalam pembicaraan tersebut dapat mengakibatkan pencabutan sanksi terhadap Iran dan lebih banyak barel minyak Iran untuk pasar dunia. (RA)





Komentar Terbaru