SYNDEY– Harga minyak turun tipis di perdagangan Asia pada Senin (15/4) pagi, setelah patokan internasional Brent mencapai tertinggi baru lima bulan di sesi sebelumnya, tetapi kekhawatiran atas pasokan global menahan kerugian lebih lanjut.

Laporan yang dilansir Reuters menyebutkan, harga minyak mentah berjangka Brent diperdagangkan di US$71,40 per barel, turun tipis US$15 sen atau 0,2%, dari penutupan terakhir mereka. Brent ditutup naik satu persen pada Jumat (12/4/2019) ketika harga mencapai setinggi US$71,87 per barel, tertinggi sejak 12 November 2019.

Sementara itu, minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) berada di US$63,60 per barel, turun US$29 sen atau 0,5%, dari penyelesaian terakhir mereka. WTI naik 0,5% pada perdagangan Jumat (12/4).

Kepala National Oil Corp Libya memperingatkan pada Jumat (12/4/2019) bahwa pertempuran baru dapat menghapus produksi minyak mentah di negara itu.

“Masalah sisi penawaran tetap menjadi perhatian bagi pasar. Pemimpin pemberontak Libya Khalifa Haftar memindahkan pasukan lebih dekat ke Tripoli,” kata ANZ Bank dalam sebuah catatan penelitian.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya bertemu pada Juni untuk memutuskan apakah akan melanjutkan menahan pasokan. OPEC, Rusia dan produsen lainnya, aliansi yang dikenal sebagai OPEC+, mengurangi produksi sebesar 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari selama enam bulan.

Pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi, dianggap tertarik untuk terus memotong pasokan, tetapi sumber-sumber dalam kelompok itu mengatakan dapat meningkatkan produksi mulai Juli jika gangguan di tempat lain berlanjut.

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov seperti dikutip oleh kantor berita TASS mengatakan pada Sabtu (13/4) bahwa Rusia dan OPEC dapat memutuskan untuk meningkatkan produksi guna mempertahankan pangsa pasar bersama Amerika Serikat, tetapi ini akan mendorong harga minyak ke serendah 40 dolar AS per barel. (RA)