JAKARTA – Blok Mahakam diyakini masih menjadi salah satu aset utama kontributor produksi migas nasional. Oleh karena itu, kelanjutan produksinya sangat krusial. PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), sebagai operator blok di Kalimantan Timur itu,  sudah merancang program kerja untuk bisa mencapai target produksi.

Agus Amperianto, General Manager PHM, mengatakan tahun ini ada 73 pengeboran sumur pengembangan. “Serta dua pengeboran eksplorasi,” kata Agus kepada Dunia Energi, Jumat (26/2).

Selain itu, PHM berencana melakukan kerja ulang sumur atau work over di 54 sumur dan melakukan 4.150 perawatan sumur atau well service. Untuk memuliskan rencana tersebut, pada tahun ini manajemen anak usaha PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) tersebut mengalokasikan biaya investasi atau capital expenditure (capex) senilai US$428 juta dan biaya operasi atau operational expenditure (opex) US$454 juta.

Dengan berbagai kegiatan itu,  PHM menargetkan produksi gas di Blok Mahakam pada tahun ini bisa mencapai 485 juta kaki kubik per hari (MMscfd). “Serta produksi minyak sebesar 22 ribu barel per hari (bph),” ungkap Agus.

Blok Mahakam sampai saat ini masih menantikan adanya tambahan split fiskal yang sudah diajukan ke pemerintah. Pengajuan insentif masih dikaji persetujuannya oleh Kementerian Keuangan. Selain insentif fiskal sudah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, sebelumnya mengatakan beberapa insentif krusial yang telah diberikan pemerintah, di antaranya adalah perubahan First Tranche Petroleum (FTP) dan depresiasi yang dipercepat.

FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima badan pelaksana dan atau kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).

“Sudah ada surat dari Menteri ESDM tanggal 6 Januari 2021, terkait dengan perubahan FTP dari 20 persen menjadi 5 persen, dan insentif hulu migas berupa depresiasi dipercepat atas biaya kapital,” kata Julius, kepada Dunia Energi.

Menurut Julius, selain insentif hulu yang menjadi kewenangan Kementerian ESDM, ada beberapa insentif fiskal yang juga diajukan hanya saja itu menjadi kewenangan Kementerian Keuangan.

“Terkait insentif fiskal, (insentif perpajakan, DMO, LMAN) SKK Migas diminta kirim surat lagi untuk diteruskan ke Menkeu, adapun OPL yang sudah disetujui OPL 2A, namun asumsi tanpa insentif,” ungkap Julius.

Agus menyambut baik pemberian insentif dari Kementerian ESDM ini. Persetujuan insentif hulu migas dari pemerintah berupa penyesuaian FTP dan depresiasi dipercepat akan memberikan kepastian kepada PHM selaku kontraktor, terhadap pengembalian investasi yang akan dibelanjakan dalam beberapa tahun ke depan. PHM juga dapat leluasa merencanakan progŕam kerja yang agresif dalam rangka menjaga tingkat produksi blok Mahakam, untuk sustainability lapangan dan multiplier effect industri di Kalimantan Timur.

“Kami memiliki rencana kerja pengeboran 73 sumur pengembangan dan dua sumur eksplorasi, serta pembangunan tiga anjungan lepas pantai pada 2021,” ungkap Agus.

Menurut Agus, pengajuan fasilitas perpajakan yang diajukan kepada pemerintah juga telah sesuai dengan PP 27/2017, yang akan menjadi “enabler” lebih lanjut untuk PHM dapat mengembangkan dan memproduksikan cadangan-cadangan migas marginal dan menjaga produksi di delta Mahakam pada jangka waktu menengah dan jangka panjang hingga akhir masa kontrak pada 2037. Serta dalam rangka mendukung target pemerintah satu juta barel per hari dan 12 ribu MMscfd pada 2030, sebagaimana dicanangkan sebagai tekad nasional yang di-lead oleh SKK Migas.

“Kami harus menjaga struktur revenue dan cost yang bisa membuat Mahakam survive pada masa seperti sekarang,” kata Agus.(RI)