JAKARTA – Tantangan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) secara eksternal dirasakan cukup berat. Dinamika di internal lembaga itu pun tidak sederhana. Guna mengejar target agar berbagai tugas dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai harapan, Kepala BPMIGAS, R Priyono memutuskan untuk melantik empat pimpinan baru, pada lembaga yang dipimpinnya tersebut.

Pelantikan empat pimpinan baru BPMIGAS itu berlangsung pada Jumat, 20 Juli 2012, di kantor BPMIGAS, Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Priyono mengungkapkan, pelantikan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kinerja organisasi BPMIGAS, dan menjawab tuntutan situasi yang membutuhkan penyegaran dan semangat baru.

Pimpinan BPMIGAS yang dilantik adalah J. Widjonarko sebagai Wakil Kepala BPMIGAS, menggantikan Hardiono yang diangkat menjadi Tenaga Ahli. Kedua Gde Pradnyana, dilantik menjadi Deputi Pengendalian Operasi, menggantikan Rudi Rubiandini yang telah menjadi Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Ketiga adalah Gerhard M. Rumeser, dilantik menjadi Deputi Umum menggantikan posisi Widjonarko. Lalu keempat Widhyawan Prawiraatmadja, yang dilantik menjadi Deputi Perencanaan menggantikan Haposan Napitupulu yang diangkat menjadi Tenaga Ahli.

Dalam sambutannya usai pelantikan, Priyono menerangkan, tantangan BPMIGAS diluar cukup banyak, demikian pula tantangan di internal tidak sederhana. Maka dari itu BPMIGAS membutuhkan perubahan, karena situasi juga sudah berbeda. Dengan adanya pimpinan baru sekarang, maka rencana besar BPMIGAS kedepan harus direalisasikan, dan pembentukan tim yang kuat harus dilakukan.

“Ke depan akan ada beberapa proyek utama antara lain proyek Banyu Urip yang dikelola Mobil Cepu Ltd, proyek Indonesia Deepwater Development yang dikelola Chevron, proyek Masela yang dikelola Inpex, dan proyek Muarabakau yang dikelola ENI Indonesia. Semua proyek ini harus dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu,” ujar Priyono menjelaskan target-targetnya.

Ia juga berpesan, agar dalam mengejar target-target tersebut cost recovery tetap dikendalikan, sehingga tidak akan pernah ada lagi temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. “Jangan sampai kontrak kerjasama kita dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) yang sifatnya perdata menjadi menjurus pidana, karena itu perlu pengendalian cost recovery,” tegasnya.

Namun demikian dia berpesan harus disadari juga bahwa selain fungsi pengawasan dan pengendalian yang merupakan tugas dan kewenangan BPMIGAS, semangat yang ada dalam Kontrak Kerja Sama antara BPMIGAS dan Kontraktor KKS adalah mitra kerja bukan hanya birokrasi semata. Sehingga diperlukan sebuah pendekatan bisnis dan tidak semata birokrasi.

“BPMIGAS adalah investment manager, semua aspek pengendalian harus dalam kerangka menciptakan iklim investasi yang baik karena tanpa iklim investasi yang baik maka industri minyak dan gas bumi juga tidak akan baik,” katanya.

Selain itu, Kepala BPMIGAS menegaskan saat ini peran BPMIGAS tidak lagi hanya mendorong peningkatan kapasitas nasional namun harus mulai mendorong peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah karena kesejahteraan di daerah juga merupakan tanggungjawab bersama. “BPMIGAS telah berhasil meningkatkan kapasitas Nasional, sekarang saatnya untuk mendorong peningkatan kapasitas Daerah sehingga ada pemerataan kesejahteraan dan peningkatan kemampuan Daerah,” ujar Priyono.

Terkait dengan sejumlah blok migas yang akan habis masa kontraknya mulai tahun ini hingga 2021, dimana terdapat 29 wilayah kerja minyak dan gas bumi yang akan habis kontrak, dia menegaskan agar perencanaan untuk wilayah kerja tersebut harus lebih matang. Sehingga tidak ada masalah yang tertinggal ketika wilayah kerja dikembalikan ke Pemerintah.