JAKARTA – Penerapan transisi energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dianggap bukan pekerjaan mudah. Indonesia dinyatakan memerlukan kapasitas tambahan untuk pembangkit EBT sekitar 38 Gigawatt (GW) pada 2035.

Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan dengan komitmen dan konsistensi yang kuat, diyakini target bauran EBT dapat dicapai.

“Diperlukan program percepatan dan salah satu program yang sedang dipertimbangkan adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) skala kecil di remote area,” kata Chrisnawan, kepada Dunia Energi, Kamis (25/3).

Indonesia dalam proses tahapan transisi energi dengan melakukan bauran energi rendah karbon yang diterapkan untuk sektor elektrifikasi dan transportasi.

Adapun langkah Indonesia untuk mengejar pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan NDC 29%, di antaranya adalah substitusi energi primer / final; B30-B50, Co-firing, penggunaan RDF; konversi energi primer fosil, konversi teknologi pembangkit listrik; kapasitas terpasang EBT yang berfokus pada PLTS dan pemanfaatan non listrik/non biofuel seperti briket, pengeringan hasil pertanian dan biogas.

Roadmap pengembangan PLTN adalah sebagaimana tertuang dalam RPJM 2020-2024. Keputusan untuk go dan not go tidak dapat diputuskan sendiri oleh Kementerian ESDM,” ujar Chrisnawan.(RA)