JAKARTA – Target lifting migas nasional  dalam Angaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 jauh diatas kemampuan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). APBN mematok target lifting sebesar 755 ribu barel per hari (bph), sementara SKK Migas menyatakan ada selisih antara kemampuan KKKS dan target lifting sekitar 50 ribu bph.

Target APBN 2020 terbilang berat, terlebih dengan adanya penurunan produksi sumur-sumur secara alami. Tahun lalu saja dari target 775 ribu bph, realisasinya hanya 746 ribu bph.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK MIgas), mengatakan kemampuan KKKS sesuai dengan kondisi teknis yang ada di lapangan hanya berkisar 705 ribu bph, itu berarti masih ada kekurangan sekitar 50 ribu bph yang harus dicari. Beberapa upaya optimasi produksi diharapkan bisa dilakukan,  terutama di dua blok penyumbang lifting minyak nasional terbesar yakni Blok Rokan dan Cepu.

Hanya saja ada tantangan besar dalam meningkatkan lifting tersebut. Untuk Rokan misalnya, produksi dipastikan anjlok ketika PT Pertamina (Persero) tidak kunjung bisa berinvestasi saat masa transisi sebelum kontrak berakhir.

“Kalau Pertamina masuk (ikut investasi) di Blok Rokan, maka gap 50 ribu bph itu bisa berkurang,” kata Dwi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Hingga kini rencana Pertamina untuk investasi di Blok Rokan masih belum bisa diimplementasikan lantaran belum mendapat lampu hijau dari PT Chevron Pacific Indonesia, pengelola hingga 2021. Chevron dipastikan tidak lagi mau berinvesastasi besar di Rokan karena kontraknya akan berakhir.

Untuk Blok Cepu yang sekarang menjadi penyumbang terbesar produksi minyak nasional, penambahan produksi masih terkendala permasalahan Analisis Dampak dan Lingkungan (Amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.

Amdal yang ada saat ini membatasi produksi maksimal Blok Cepu sebesar 220 ribu bph. Tahun lalu, produksi Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu telah mencapai 209 ribu bph. Padahal, ExxonMobil Cepu Limited telah memulai produksi minyak di Lapangan Kedung Keris pada akhir tahun lalu. Produksi minyak lapangan tersebut saat ini sekitar 5 ribu bph dan bisa mencapai 10 ribu bph.

“Kalau tidak berhasil menaikkan (batasan produksi) di Amdal, kami harus batasi produksi maksimum 220 ribu bph,” ungkap Dwi.

Selain dua blok itu, ada beberapa blok lain yang diharapkan bisa berikan kontribusi untuk mengejar target lifting minyak. Seperti Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dikelola Pertamina melalui cucu usahanya, PT Pertamina Hulu Energi ONWJ (PHE ONWJ).

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, mengatakan Lapangan YY yang sempat mengalami insiden semburan minyak di sumur YYA-1 pada tahun lalu bisa diproduksikan lagi melalui sumur relief.

“Ini diakselerasi dari relief well ke production well, sehingga bisa bantu menaikkan produksi minyak,” kata Fatar.

SKK Migas juga akan meningkatkan pengawasan terhadap KKKS dalam menjalankan program kerjanya, terutama untuk work over atau kerja ulang sumur, perawatan sumur (well service) serta pengembangan sumur eksploitasi.

Pada tahun ini, rencana kerja hulu yang akan dilakukan yakni work over 837 sumur, perawatan sumur 28.163 kegiatan, dan pengeboran sumur pengembangan 395 sumur.

“Kalau work over jalan sesuai target, kemudian ada peningkatan produksi dari Banyu Urip, ONWJ, dan Rokan, mungkin bisa dicapai tambahan 50 ribu bph. Paling enggak untuk mencapai 755 ribu bph tidak terlalu jauh,” kata Fatar.(RI)