JAKARTA – Pemerintah dalam dua tahun terakhir sedang gencanrnya mempersiapkan mekanisme pembangunan jaringan gas (Jargas) rumah tangga mandiri alias tidak lagi gunakan Anggaran Pendatapan Belanja Negara (APBN). Badan Usaha didorong untuk jadi pionir utama dalam pembangunan Jargas.

Noor Arifin Muhammad, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan  selain dibutuhkan dana dari badan usaha, pembangunan jargas mandiri bisa sangat terbantu dengan adanya dukungan pemerintah daerah dalam bentuk perencanaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah tersebut.

Menurut Arifin dengan adanya rencana jelas dari pemerintah daerah maka badan usaha seperti PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk juga bisa lebih leluasa dalam mempersiapkan pembangunan jargas mandiri.

Arifin menjelaskan hal utama dalam pembangunan infrastruktur adalah tata ruang dalam suatu kota atau area. Apabila pemerintah kota seperti pemerintah kota Cirebon misalnya memiliki master plan pembangunan jargas, badan usaha seperti PT PGN dapat membangun jargas secara mandiri berdasarkan kapasitas masyarakat.

“Tentunya kita harus saling bahu-membahu antara pelaksana dan Pemda,” kata Arifin (2/8).

Ditjen Migas baru saja melakukan peresmian Gas in atau penyaluran pertama jargas di kota dan kabupaten Cirebon. Ini jadi Gas In pertama pada pembangunan jargas yang dindani APBN tahun 2021.

Menurut Arifin keberhasilan pembangunan jargas di masa pandemi, tentunya tidak lepas dari dukungan Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat. “Dukungan pemda sudah merupakan 50% dari keberhasilan. Dan sebaliknya, apabila tidak ada dukungan dari Pemda merupakan 50% dari ketidakberhasilan,” ujar dia.

Pemerintah masih optimistis target pembangunan jaringan gas rumah tangga sebanyak empat juta sambungan (SR) pada 2024 masih bisa tercapai. Salah satu dukungan yang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut adalah pemerintah daerah.

Ke depan jargas akan dibangun oleh badan usaha melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Tahun ini pembangunan jargas dengan skema KPBU sudah dimulai dintandai dengan pelaksanaan studi pendahuluan.

Novi Andriani dari Direktorat Pengembangan Pendanaan Pembangunan Bappenas memaparkan, selain menargetkan pembangunan jargas sebanyak 4 juta SR pada 2024, Pemerintah juga menargetkan penghematan subsidi LPG sebesar Rp 297,6 miliar per tahun, serta pengurangan impor LPG sebesar 603,720 ribu ton per tahun.

“Pemerintah berupaya menekan impor LPG dengan meningkatkan pemanfaatan bahan bakar gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil. Dibutuhkan pembangunan infrastruktur jargas untuk meningkatkan konsumsi gas bumi, khususnya rumah tangga,” ungkap Novi.

Kebutuhan pendanaan diperkirakan Rp 38,4 triliun, dengan perincian biaya APBN Rp 4,1 triliun, BUMN Rp 6,9 triliun dan KPBU Rp 27,4 triliun. “Salah satu skema alternatif penyediaan infrastruktur jargas yang dapat menjadi solusi adalah dengan melibatkan peran swasta adalah KPBU,” ujar Novi.

Dia menegaskan, KPBU bukan pengalihan kewajiban Pemerintah dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, juga bukan privatisasi barang publik. KPBU juga bukan pinjaman atau utang Pemerintah kepada swasta. “Investasi swasta bukan sumbangan gratis kepada Pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik,” kata Novi. (RI)