JAKARTA- Penggunaan gas di Indonesia diproyeksikan terus meningkat dari pangsa saat ini 49% menjadi 69% pada 2050, menurut kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Menurut perkiraan BPPT, dalam kurun waktu 2013–2050, total pemanfaatan gas bumi diprakirakan tumbuh rata-rata sebesar 4,3% per tahun atau naik mencapai hingga 4,8 kali selama kurun waktu 37 tahun tersebut.

Pengunaan gas bumi meningkat dari 1.577 BCF pada tahun 2013menjadi 2596 BCF pada tahun 2025 dan menjadi 7.497 BCF pada tahun 2050.

Pertumbuhan pemanfaatan gas bumi terbesar adalah di sektor komersial yang meningkat rata-rata sebesar 7,1% per tahun diikuti oleh sektor industri (5,6%), transportasi (5,0%),pembangkit listrik (3,6%), dan rumah tangga (1,0%). Rugi-rugi dan own use dalam kilang diprakirakan terus menurun sebesar 0,9% per tahun karena pengunaan peralatan yang semakin efisien.

Gas bumi di sektor industri selain untuk bahan bakar juga digunakan sebagai bahan baku. Pada tahun 2050 sektor pembangkit listrik, komersial dan transportasi masing-masing pangsanya sebesar 26%, 13% dan 1%. Sedangkan sektor rumah tangga pangsanya di bawah 1%.

Sebagai bahan baku, kontribusi gas bisa mencapai 80% biaya produksi. Sedangkan sebagai sumber energi, gas memberi kontribusi 10%-15% terhadap biaya produksi.

Harga gas industri di Indonesia saat ini dinilai cukup tinggi di Asia tenggara, yakni US$9–US$10 per juta british thermal unit (MMBTU). Harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Singapura (US$4-5), Malaysia (US$4,47), Filipina (US$5,43), dan Vietnam (US$7,5). Tingginya harga gas bumi dapat terjadi antara lain karena masih berlakunya paradgima gas sebagai komoditas sumber penerimaan negara.

Pemerintah berencana menurunkan harga gas untuk industri secara bertahap. Penurunan itu dimulai dari pengurangan tarif pengangkutan gas melalui pipa pada 10 Desember. Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan penurunan tarif pengangkutan gas melalui pipa (toll fee) diprioritaskan untuk wilayah Sumatera Utara.

“Rencana penurunan ini harus dibicarakan dengan Pertamina dan PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk). Kami berharap mereka sudah dapat menurunkan toll fee dan biaya distribusi gas,” katanya.

Menurut Wirat, toll fee dari terminal regasifikasi di Arun, Aceh menuju Belawan, Sumatera Utara sebesar US$2,5 per juta kaki kubik (MMSCFD). Sedangkan biaya distribusi mencapai US$ 1,6 per MMBTU Sampai kepada konsumen akhir harga gas mencapai US$ 13,8 per MMBTU. Pemerintah memproyeksikan harga gas turun hingga US$ 2,5 per MMBTU untuk wilayah Sumatera Utara.

Kebutuhan gas untuk industri cenderung meningkat tiap tahun. Pada 2012, kebutugan gas mencapai 1.022 MMSCFD dan naik menjadi 2.130 MMSCFD pada 2013. Pada 2014, kebutugan gas tercatat 2.224 MMSCFD dan meningkat jadi 2304 pada 2015.

Kebutuhan gas nasional diproyeksikan terus meningkat. Hal ini diperkirakan meningkatkan impor gas. BPPT memperkirakan impor bersih (nett importer) gas diprakirakan terjadi mulai 2026. Gas impor dalam bentuk LNG dan produksi CBM akan menjadi penopang kebutuhan gas di masa depan jika produksi gas domestik tidak dapat ditingkatkan.

Impor gas dalam bentuk LNG diperkirakan dimulai pada 2019 dan volumenya akan meningkat dari 68 BCF menjadi 375 BCF pada 2025 dan menjadi 4,911 BCF pada 2050. Sementara itu kemampuan ekspor gas yang pada 2013 masih mencapai sekitar 45% dari produksi gas nasional, maka pada tahun 2025 kemampuan ekspor berkurang dan hanya sebesar 18% dari produksi gas nasional. Pada 2042 kemampuan ekspor gas sudah di bawah 1% dari produksi gas.

Kebutuhan gas bumi untuk dalam negeri meningkat dari 1,577 BCF pada tahun 2013 menjadi 2,596 BCF pada tahun 2025 dan menjadi 7,497 BCF pada tahun 2050 atau meningkat rata-rata 4,3% per tahun. Sampai tahun 2016, hampir seluruh kebutuhan gas domestik dipenuhi dari produksi gas bumi dalam negeri. Impor gas akan mulai signifikan pada tahun 2019 yakni sebesar 68,2 BCF atau 3,2% dari total kebutuhan gas domestik.

Pada 2025, menurut prediksi BPPT, impor gas akan mencapai 375 BCF atau 14% dari total kebutuhan gas. Import gas akan mencapai pangsa sebesar 66% dari total kebutuhan gas pada tahun 2050, sehingga perlu dipersiapkan supaya ketergantungan impor gas tersebut tidak mengganggu keberlanjutan pasokan gas dalam negeri. Kemampuan ekspor gas selama kurun waktu2013-2050 menurun rata-rata sebesar 13,5% per tahun, begitu juga dengan produksi gas yang menurun rata-rata sebesar 0,5% per tahun. Sedangkan impor gas mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,8% per tahun.

Sumber gas nonkonvensional yang dapat diharapkan untuk memasok kebutuhan domestik selain dari gas bumi adalah CBM. Pangsa pemanfaatan CBM pada tahun 2050 dapat mencapai 2,7% dari total pasokan gas. Gas sintetik dari gasifikasi batubara diperkirakan masih sangat kecil pangsanya karena sampai saat ini masih banyak kendala baik dari sisi teknologi maupun keekonomiannya. Gas sintetik dari batubara ini berpotensi untuk memasok akebutuhan gas di sektor industri dan pembangkit listrik. (dr)