JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melanjutkan pembahasan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD). Rombongan pemerintah dipimpin langsung Ignasius Jonan, Menteri ESDM melakukan pembahasan finalisasi pengembangan yang dioperatori oleh Chevron, Jumat (24/5).

Proyek IDD merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang menjadi fokus perhatian pemerintah untuk dapat segera diwujudkan. Untuk itu, pembahasan lanjutan antara pemerintah dan manajemen tertinggi Chevron perlu dilakukan untuk dapat memastikan penanganan proyek IDD sesuai harapan tersebut.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan pentingnya pertemuan tersebut untuk mempercepat berjalannya proyek IDD. “Pemerintah ingin proyek IDD bisa dipercepat, dan bisa memberikan keekonomian yang terbaik bagi negara dan juga investor, demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Dwi.

Proyek yang terdiri atas lapangan gas pada wilayah kerja eksplorasi Rapak dan Ganal di Selat Makassar tersebut telah dilakukan pembahasan mengenai keekonomian sejak 2008, namun sempat terhenti beberapa kali.

Proyek IDD diestimasikan akan mencapai puncak produksi 844 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas dan 27 ribu barel per hari (bph) minyak. Proyek tersebut diperkirakan mulai onstream pada kuartal I 2024. Hingga April lalu, Chevron telah melakukan workshop dan mengirimkan surat permohonan Amdal.

Chevron melalui anak usahanya PT Chevron Pacific Indonesia  juga sudah mengajukan persetujuan pengeluaran authorization for expenditure (AFE) untuk survei dan menyusun dokumen lelang desain rinci front end engineering design (FEED).

Wahyu Budiarto, Senior Vice President Policy Government and Public Affairs Chevron Pacific Indonesia, mengatakan salah satu poin utama dalam pembahasan antara Chevron dan pemerintah Indonesia adalah terkati keekonomian proyek. “Sekarang masih diskusi soal keekonomian. Ya karena cara pandang yang berbeda. Namanya nego kan kalau cara pandang sama dua hari selesai,” kata Wahyu, belum lama ini.

Saat ini baik Chevron maupun pemerintah masih memiliki pandangan berbeda. Chevron sudah mengikuti masukan pemerintah yang mengiginkan adanya efisiensi dari sisi biaya pengembangan.

“Bahwa yang kami anggap ekonomis, belum tentu ekonomis buat negara. Apa yang menurut negara cukup untuk kontraktor belum tentu cukup buat kami. Jadi ini masih jalan. Kontraktor tentu saja kita juga musti sepakat dengan negara. Kesepakatan dimana kedua belah pihak melihat hal yang sama. Agak alot. Tapi progress-nya sudah bagus,” kata Wahyu.(RI)