BANGUNAN tua itu kusam tak terawat, dijalari rumput liar, catnya terkelupas, penuh karat dan berjelaga. Suasananya sepi tak seorang pun tampak, hanya derap langkah sendiri dan tarikan napas yang terdengar saat menyusuri sisa-sisa kilang yang pernah harum pada zamannya. Tak hanya Indonesia, tapi mata dunia pun terarah ke kota ini, Pangkalan Brandan.

Pangkalan Brandan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara terletak di pesisir pantai timur Pulau Sumatera, sekitar 60 km di sebelah utara kota Binjai, atau 80 km dari Kota Medan. Lokasinya strategis karena dilalui jalan lintas Sumatera dan merupakan pintu gerbang Provinsi Sumatera Utara, relatif dekat dari Aceh.

Jumlah penduduknya sekitar 40 ribu jiwa dan heterogen mulai dari suku Melayu yang berdomisili di pesisir, ada juga Jawa, Batak, Aceh, dan suku lainnya. Cuaca cukup panas karena dipengaruhi wilayah pinggir pantai, banyak terdapat pulau kecil di sekitar teluk. Nama pulau-pulau agak ke-Malaysia-an, seperti Pulau Perlis dan Kelantan. Ada juga Pulau Kampai, Pulau Sembilan dan masih banyak pulau kecil lainnya. Selama berpuluh tahun kota ini dihidupi minyak, termasuk Kilang Pangkalan Brandan.

Kilang tersebut merupakan satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia. Delapan lainnya adalah Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Kilang Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim di Papua. Dibangun N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij pada 1891 dan mulai berproduksi 1 Maret 1892 dengan kapasitas 2.400 barrel per hari.

Kilang Pangkalan Brandan merupakan kilang kedua yang dibangun Belanda. Yang pertama dibangun pada 1890 di Wonokromo. Tapi kilang di Brandan lebih populer karena kapasitas produksinya lebih besar. Kilang tersebut memiliki dua nilai sejarah, pertama merupakan tonggak sejarah ekspor minyak Indonesia. Sebab minyak pertama yang diekspor Indonesia berasal dari kilang itu. Momentum tersebut terjadi pada 10 Desember !957, yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat itu dibubuhkan perjanjian ekspor oleh Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Huttun yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican) dengan nilai kontrak US$30.000.

Setahun setelah penandatanganan kontrak, ekspor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanker Shuzui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan yang dibangun Belanda pada 1898.

Sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra bangsa melalui kilang itu. Kisah heroiknya berkaitan dengan Agresi Militer I Belanda pada 21 Juli 1947 yaitu aksi bumi hangus kilang. Aksi bumi hangus dilakukan sebelum Belanda tiba di Pangkalan Susu, yakni pada 13 Agustus 1947. Maksudnya agar Belanda tidak lagi menguasai kilang minyak itu seperti dulu.

Selanjutnya aksi bumi hangus kedua berlangsung menjelang Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Tower bekas bumi hangus ini masih dapat dilihat sampai sekarang. Nilai historis yang terkandung dalam aksi bumi hangus itu terus diperingati hingga kini.raktis setelah aksi bumi hangus itu fasilitas kilang rusak. Saat diambil alih PT Permina, cikal bakal Pertamina pada 1957, kondisi kilang Pangkalan Brandan tak ubahnya besi rongsokan.

Seperti ditulis dalam buku Dari Pangkalan Brandan, Migas Indonesia Mendunia, Mayor Pattiasiana, Direktur Pelaksana di Pangkalan Brandan sampai harus menyisir penimbunan besi tua di Medan. Ditemukan kopling dan pipa masih dalam kondisi layak pakai. Ditemukan tak kurang dari 15 peti berisi material yang dijual sebagai besi tua.

Pattiasiana menetapkan barang-barang tersebut tidak boleh diperjualbelikan dan harus disita oleh negara. Dengan barang sitaan itu Pattiasiana mulai melakukan perbaikan Kilang Pangkalan Brandan sampai akhirnya bisa beroperasi dan berhasil mengapalkan BBM untuk ekspor. Sejak itu Pangkalan Brandan kembali berdenyut, menegaskan julukan sebagai kota minyak yang sudah disandingkan sejak dulu kala.

Pada 2007, tepatnya 7 Maret 2007, kilang minyak yang sangat bersejarah dan berusia lebih dari 120 tahun itu ditutup. Habisnya minyak di perut bumi Pangkalan Brandan menjadi alasan Pertamina menutup unit pengolahan di wilayah tersebut. Semua peralatan diposisikan dalam keadaan stand by.

(Foto-Foto/Dunia-Energi/Tatan Agus RST)

Sejumlah karyawan dipindahkan ke tempat lain. Bahkan sejak 2009 perumahan Pertamina dipinjamkan kepada TNI untuk perumahan Marinir. Julukan kota minyak Pangkalan Brandan pun kini tinggal kenangan. (Tatan Agus RST)