JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) diminta untuk berinovasi lebih jauh dan tidak jalan di tempat dengan mengurusi decline rate atau penurunan produksi alamiah.

“SKK Migas keluar dari terobosan yang baru, tidak hanya mengelola decline. Itu yang sekarang saya lihat. Uang negara begitu besar, kita hanya memanage penurunan yang ada. Tanpa adanya terobosan tidak akan dapat,” kata Fadel Muhammad, Anggota Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (16/5).

Fadel menilai saat ini para investor masih belum tertarik melihat apa yang sedang SKK Migas kerjakan, karena ada sesuatu yang investor ingin lihat dalam keadaan persaingan besar saat ini.

“Saya berpendapat, kita mesti berani mengambil langkah (baru). Misalkan ada investor yang akan masuk, pada fase eksplorasi itu kita harus jelaskan bahwa mereka bergerak seperti (layaknya) jalan tol. Jangan kita hambat dengan berbagai ketentuan dan pungutan. Ketika mereka mulai produksi barulah, kita berpikir untuk membuat sesuatu untuk dia. Kami harapkan dari SKK Migas keluar sebuah pikiran dan terobosan yang baru tidak hanya sekedar mengelola saja,” ungkap Fadel.

Hingga 30 April,  lifting migas nasional masih dibawah target yang ditetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Belum tercapainya target tersebut sebagian besar disebabkan decline rate beberapa blok migas besar. Seperti yang dialami PT Pertamina EP di berbagai blok yang dikelola, kemudian di Blok Mahakam, Rokan, dan Sanga Sanga.

Sukandar, Wakil Kepala SKK Migas,  mengatakan kunci untuk meningkatkan produksi adalah investasi yang harus digenjot. Ini ditunjukkan dengan realiasi beberapa kegiatan yang meningkat dari periode yang sama tahun lalu.

“Hingga akhir April, sudah ada 16 sumur eksplorasi yang dibor,  tahun lalu baru 9 sumur. Untuk pengembangan sudah 80 sumur sementara tahun lalu 82 sumur,” kata Sukandar.

Sementara pengerjaan ulang sumur sudah 241 sumur dibanding tahun lalu baru 166 sumur. Namun untuk reparasi sumur sampai sekarang hanya 11.021 kegiatan dilakukan sementara tahun lalu dalam periode yang sama sudah 19.840 kegiatan. Kemudian untuk survei seismik 2D realisasi sudah 646 km lebih panjang dari tahun sebelumnya 104 KM, untuk seismik 3D baru 437 KM2 sementara tahun lalu bisa 1.541 KM2

Menurut Sukandar,  kepastian hukum di Indonesia juga menjadi sorotan lantaran ada beberapa kebijakan yang berada di beberapa stakeholder.

“Di luar kami, misal, perubahan tax rezim, makanya kami harus berubah indirect tax tidak dikenakan,” kata Sukandar.

Padahal, lanjut dia, untuk beberapa fasilitas seperti LNG plant masih diperlukan barang yang diimpor. Ada ketentuan indirect tax free hanya sampai first oil atau minyak pertama kali diproduksikan.

“Padahal di industri secara umum tidak akan investasi kalau tidak dikasih master list. Sedangkan di Blok A, field-nya develop, lalu akan develope lagi tidak akan indirect tax lagi,” kata Sukandar.(RI)