JAKARTA – PT PLN (Persero) kerap kali mengalami mendapatkan pasokan batu bara untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik terutama ketika harga batu bara sedang dalam kondisi tinggi. Pemerintah meminta PLN melakukan evaluasi terhadap sistem pengadaan batu bara untuk pembangkit.

Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba), menyatakan salah satu pemicu kendala pasokan batu bara PLN dipicu oleh sistem pengadaan yang mengandalkan perusahaan trader batu bara.

Menurutnya dari data yang diterima, kontrak pengadaan batu bara PLN dengan IUP OPK angkut jual mencapai 38%. Sementara dengan perusahaan PKP2B atau produsen langsung batu bara hanya sebesar 31%.

“Ini yang tadi saya sampaikan sebagian besar dari kontrak bukan dengan perusahaan tambang. Ini juga sering jadi kendala saat PLN butuh tambahan pasokan,” kata Ridwan saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Senin (15/11).

Ridwan menyatakan para IUP OPK angkut jual atau trader tidak memiliki kewajiban untuk memasok batu bara ke dalam negeri atai Domestic Market Obligation (DMO) sehingga wajar ada potensi ketidakpastian pasokan batu bara ke dalam negeri terutama ke PLN.

“Kami mengusulkan kepada PLN untuk membeli langsung batubara dari perusahaan batubara (penambang) tidak melalui trader,” ungkap Ridwan.

Dalam data pemerintah hingga Oktober 2021, setidaknya terdapat 85 perusahaan yang telah memenuhi kewajiban DMO dengan porsi pasokan ke PLN sebesar 25% dari rencana produksi. Sedangkan 19 perusahaan lainnya baru mencapai 20-25%. Sementara 489 perusahaan realisasi DMO nya kurang dari 15%.

“Yang tidak memenuhi kewajiban DMO ini sudah kami beri sanksi untuk tidak boleh ekspor. Namun, ada beberapa yang sudah dicabut sanksinya karena sudah memenuhi kewajibannya,” ujar Ridwan. (RI)