JAKARTA – Pemerintah belum akan memberikan izin kegiatan di dua Wilayah Kerja Izin Usaha Pertambangan khusus (WIUPK) kepada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Dua WIUPK yang telah dimenangkan Antam dalam proses lelang tersebut adalah Bahodopi Utara di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dan Matarape di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah masih menunggu keputusan akhir Ombudsman terkait adanya dugaan administrasi lelang wilayah tambang.

“Masih menunggu semua proses, biar jadi clear (jelas). Jadi tidak ada masalah kedepan,” kata Bambang ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Senin malam (26/3).

Dia menambahkan, pemerintah telah menjelaskan detail proses pelaksanaan lelang kepada Ombudsman. Keputusan dari Ombudsman menjadi salah satu pertimbangan nantinya dalam memberikan izin kegiatan tambang yang sudah dimenangkan Antam dalam lelang WK pada tahun lalu.

Saat ini pembahasan lanjutan masih dilakukan tim hukum Kementerian ESDM. Ombudsman telah menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terhadap lelang blok tambang yang dilakukan oleh Kementerian ESDM.
“Kalau saya jelaskan bahwa prosedur kami ikutin. Ya jadi perhatian juga (keputusan Ombudsman), kami jelaskan juga bahwa dasar hukumnya ada,” kata Bambang.

Baca juga  Menang Tender Dua WIUPK di Sulawesi, Antam Siap Beri Porsi 10% ke Pemda

Laporan Ombudsman bermula dari keberatan pihak Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap lelang prioritas yang akhirnya dimenangkan Antam atas blok tambang nikel di Bahodopi Utara dan Maratape.

Ada empat maladministrasi dalam proses lelang enam WIUPK yang diduga dilakukan Kementerian ESDM pada tahun lalu. Pertama, mengenai penetapan WIUPK, yang seharusnya wilayah tambang yang bersangkutan berubah terlebih dulu menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Penetapan WPN itu mesti melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penetapan dari WPN menjadi WIUPK perlu mempertimbangkan aspirasi pemerintah daerah.

Kedua, mengenai status wilayah, yang seharusnya WIUPK Operasi Produksi tidak bisa serta merta berubah statusnya menjadi WIUPK Eksplorasi.  Serta poin ketiga dan keempat berkaitan dengan peserta lelang.
Bambang tidak bisa memastikan kapan izin tambang akan diberikan kepada Antam. Saat ini bagian hukum

Kementerian ESDM masih terus berkoordinasi dengan Ombudsman terkait masalah ini. “Saya kan teknis, kalau legal urusannya di bagian hukum,” tukasnya.

Antam ditetapkan sebagai pemenang lelang di dua WIUPK oleh Kementerian ESDM setelah berhasil menyisihkan BUMD Sulteng yakni PD Konosara dan PT Pembangunan Sulawesi Tengah yang juga berminat mendapatkan hak pengelolaan blok dengan cadangan sumber daya alam nikel tersebut.

Baca juga  Ombudsman Minta Menteri ESDM Tunda Penetapan Pemenang Lelang Tiga WIUPK di Sulawesi

Antam meminati dua WIUPK, yaitu Bahodopi seluas 1.896 hektare dan Matarape seluas 1.681 hektare. Pemenang WIUPK dinyatakan bila lolos verifikasi dengan mempertimbangkan kemampuan finansial, pengalaman pengelolaan tambang, dan menyetorkan 10% dari dana kompensasi data informasi (KDI) ke Kementerian ESDM. Antam dinilai lebih baik karena menyetorkan dana KDI untuk dua blok masing-masing sekitar Rp184,8 miliar untuk Bahadopi dan Rp185,05 miliar untuk Matarape.

Kewajiban untuk menyetor kompensasi data ada dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1805. K/30/Mem/2018 tentang harga kompensasi data informasi dan informasi penggunaan lahan wilayah izin usaha pertambangan dan wilayah izin usaha pertambangan khusus 2018. Kompensasi Data Informasi merupakan gabungan dari data dan prospek. Harga KDI dihitung berdasarkan data dan informasi luas wilayah, tipe deposit, status wilayah, dan jarak loading/transshipment. Harga KDI WIUP/WIUPK Eksplorasi ditetapkan berdasarkan Formula Perhitungan Harga KDI.(RI)