JAKARTA – Pemerintah kerap kali menyatakan komitmennya untuk menggenjot Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Namun, hal itu akan sulit terwujud jika tidak didukung oleh inisiatif investasi dari para pelaku usaha.

I Gusti Putu Suryawirawan, Staf Khusus Menteri Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan  kebutuhan barang dan jasa bisa ada apabila ada permintaan dari pelaku usaha. Dari permintaan tersebut akan lahir investasi untuk penyediaan barang atau jasa yang dibutuhkan.

“TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) meningkat kalau ada investasi baru. Investasi tambah kalau ada demand,” ujar Putu dalam sesi diskusi virtual, Kamis (7/10).

Selain itu, Putu mengingatkan agar demand diketahui maka perlu ada koordinasi yang jelas antar pelaku usaha yakni Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dibawah koordinasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dengan industri penunjang hulu migas dibawah Koordinasi Kementerian Perindustrian.

“Setelah ada perencanaan ada evaluasi dari TKDN itu.  Kuncinya harus ada perencanaan, monitoring dan ada evaluasi,” ujarnya.

Dalam perencanaan, pelaku usaha harus terbuka mengenai kebutuhan barang maupun jasa agar bisa dipersiapkan dengan baik oleh industri penunjang. “Kemenperin dan SKK Migas harus sama-sama melihat duduk bersama barang apa saja. Kalau pusing duduk bersama kalau perlu panggil pihak ketiga misalnya pemerintah dari BPKP,” ujar Putu.

Putu menuturkan kebijakan P3DN sudah ada sejak tahun 80an. Kala itu sudah diindentifikasi sektor mana saja yang akan jadi fokus untuk mendukung industri hulu migas.

“Yang saya lihat produk-produk pipa di oil and gas mana yang mau kita kuasai. Tapi ada potensi kita kuasai karena ada Krakatau Steel bisa sediakan bahan bakunya. Steel structure untuk rig atau platform itu bisa kita penuhi itu kami identifikasi ada kemampuan kita di situ. Ada beberapa produk kimia seperti untuk pengeboran. Kemudian ada juga beberap produk mesin trafo yang berhubungan sama listrik, genset kecil, pompa valve itu sudah ada di dalam negeri,” jelas Putu.

Komaidi Notonegoro, Direktur Reforminer Institute, menjelaskan sektor hulu migas termasuk sektor yang patuh terhadap TKDN bahkan selalu di atas target yang ditetapkan. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan sejak  2015 persentase TKDN selalu diatas 50 persen. Penurunan terjadi pada  2016 ketika TKDN hanya 50 persen itu pun disebabkan oleh anjloknya harga minyak dunia yang sebabkan kontraktor rem investasi. Kemudian penurunan terjadi tahun lalu karena hanya sebesar 57 persen dibandingkan pada 2019 sebesar 60 persen karena adanya pandemi COVID-19.

“Tertundanya pembelanjaanb barangdan jasa karenaa adanyapandemic COVID-19. Tertundanya pembelian barang dan jasa mengakibatkan penurunan aktivitas perekonomian dalam negeri yang merupakan nilait terbesar dalam meningkatkan komposisi dalam negeri pada TKDN,” jelas Komaidi.(RI)