JAKARTA – Analisa tentang berbagai rencana paket pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 diklaim menunjukkan adanya keselarasan yang kuat antara ekonomi dan lingkungan. Berdasarkan riset terbaru yang dipublikasikan di Oxford Review of Economic Policy, terdapat lima tipe kebijakan pemulihan yang paling dibutuhkan, yaitu investasi kesehatan, kesiapsiagaan bencana, belanja riset, pemberian dana talangan untuk organisasi non-profit, dan investasi infrastruktur energi bersih.

“Pengurangan emisi akibat Covid-19 hanya sementara. Laporan ini menunjukkan bahwa kita dapat memilih untuk membangun kembali dengan lebih baik dan menjaga agar tetap ada perbaikan seperti udara yang lebih bersih, kedekatan kembali dengan alam, dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata Cameron Hepburn, penulis utama riset sekaligus Direktur di Smith School of Enterprise and Environment, Universitas Oxford, Rabu (6/5).

Berdasarkan kombinasi hasil survei dan bukti literatur mengungkapkan bahwa ada sejumlah tipe kebijakan pemulihan fiskal yang dapat menawarkan perbaikan ekonomi sekaligus berdampak positif bagi iklim. Di antaranya, investasi infrastruktur dalam bentuk aset energi terbarukan, pengembangan teknologi penyimpanan energi (termasuk hidrogen), modernisasi jaringan, dan belanja teknologi terkait lainnya.

Laporan ini dianggap selaras dengan berbagai penelitian sebelumnya yang juga menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur energi bersih cenderung lebih padat karya, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan dua kali lebih banyak dibanding investasi bahan bakar fosil.

Sementara itu, kebijakan pemberian insentif untuk maskapai, dukungan likuiditas ke perusahaan besar, bantuan pelaporan kebangkrutan perusahaan, dan penundaan pajak bisnis dinilai memiliki multiplier effect yang buruk dalam jangka panjang maupun dalam mengatasi perubahan iklim.

Brian O’Callaghan, rekan penulis riset, menjelaskan responden survei global ini termasuk para pakar dan ekonom di Indonesia. “Belanja Indonesia dalam merespons Covid-19 sejauh ini relatif netral terhadap isu iklim, tetapi ada sejumlah kebijakan yang negatif untuk iklim seperti pemberian insentif untuk maskapai dan diskon bahan bakar pesawat di bandara,” ujar Brian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 tahun 2020 yang memberikan stimulus fiskal merespons Covid-19. Insentif untuk karyawan dan dunia usaha berupa pajak penghasilan (PPh) karyawan ditanggung pemerintah, pembebasan PPh impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, serta pemberian insentif atau fasilitas PPN yang terdampak Covid-19.

Charles Donovan, Direktur Centre for Climate Finance, Imperial College Business School, mengatakan energi bersih tidak hanya terjangkau dan dapat diandalkan, tetapi juga menawarkan pengembalian investasi tertinggi. “Investor memiliki selera yang semakin besar untuk menggunakan uangnya di bidang keuangan berkelanjutan. Pemerintah perlu menulis ulang peraturan sehingga mereka bisa merealisasikan itu,” tandas Charles.(RA)