JAKARTA – Pemerintah dinilai masih memiliki ruang untuk memberikan dukungan agar produksi di blok Rokan bisa digenjot. Salah satunya adalah melalui instrumen insentif.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyatakan paling tidak ada tiga insentif yang bisa direalisasikan oleh pemerintah dan diberikan kepada badan usaha hulu migas termasuk dalam hal ini Pertamina Hulu Rokan (PHR) pengelola blok Rokan.

Salah satu insentif yang bisa segera diberikan adalah insentif fiskal khusus untuk badan usaha yang melakukan Enhanced Oil Recovery (EOR) chemical di lapangan migas tua.

“Kegiatan EOR kan lebih mahal. Hal ini perlu diberikan perlakuan khusus. Targetnya adalah ada tambahan penerimaan negara. Bagaimanapun ini kolaborasi pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS),” ungkap Komaidi di Jakarta (18/8).

Pertamina Hulu Rokan baru saja memberikan draf Plan of Development (PoD) Chemical EOR kepada SKK Migas. Rencananya EOR dengan menggunakan bahan kimia tersebut baru bisa diimplementasikan pada tahun 2025.

Insentif berikutnya adalah dengan mengurangi bagi hasil bagian negara. Menurutnya insentif tersebut juga sebenarnya tidak ada uang yang keluar dari kas negara. Dia mengakui ada potensi pengurangan penerimaan negara untuk saat ini tapi dampaknya akan baru dirasakan dikemudian hari. “Kalau pelaku usaha nggak melakukan kegiatan atau tambahan investasi ya justru nanti malah nggak dapat apa-apa kan, nggak ada tambahan penerimaan negara juga,” ujar Komaidi.

Terakhir industri migas harus dilihat sebagai industri khusus penggerak perekonomian. Dengan begitu maka sangat dimungkinkan ada perlakukan khusus untuk perpajakan. “Karena sebelumnya juga sifatnya ada perlakukan khusus. Nggak sama dengan pajak di sektor lain,” ungkap dia.

Menurut Komaidi, pemerintah sangat berkepantingan untuk segera melakukan bergagai langkah atau kebijakan yang mampu mengkerek peningkatan produksi minyak terlebih dengan kondisi sekarang dimana harga minyak melonjak sehingga biaya untuk impor minyak mentah maupun BBM sangat memberatkan APBN.

“Kalau upayanya maksimal, hasilnya bagus (produksi) bisa kita bayangkan hiruk pikuk pembatasan Pertalite atau kenaikan harga sekarang tidak akan terdengar, kalau di hulunya bisa kita maksimalkan,” ujar Komaidi. (RI)