JAKARTA – Pemerintah diminta memberikan insentif fiskal sebagai upaya mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Fahmi Radhi, Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan  hingga kini harga EBT masih lebih mahal daripada energi fosil, terutama energi batu bara.

“Agar harga keekonomian EBT minimal sama, pemerintah semestinya memberikan fiscal incentives bukan tariff incentive,” kata Fahmi kepada Dunia Energi, Selasa (3/9).

Dia menjelaskan, insentif fiskal tersebut berupa tax holiday, berbagai jenis pajak seperti pajak impor dan pajak penjualan yang lebih rendah.

Fahmi menambahkan, terkait kendala yang dialami investor lantaran kesulitan memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, maka pemerintah bisa memberikan subsidi bunga, seperti tingkat suku bunga pinjam KUR untuk membiayai investasi.

Dia menekankan agar pemerintah tidak memberikan tariff incentives berupa pembelian listrik EBT dengan harga tinggi, lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM.

“Pasalnya, tariff incentives ujung-ujungnya memicu PLN menaikkan tarif listrik, yang akan memberatkan rakyat sebagai konsumen dan menaikkan inflasi yang memberatkan bagi rakyat miskin,” tandas Fahmi.(RA)