JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diketahui kembali melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Salah satu sektor yang masuk dalam RUU Cipta Kerja adalah migas. Dalam batang tubuh RUU Cipta Kerja di pasal 41 mengatur beberapa perubahan UU migas 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Salah satu aturan baru yang diusung RUU Cipta Kerja pada sektor migas adalah pembentukan Badan Usaha MIlik Negara Khusus (BUMN-K) yang akan menggantikan posisi yang saat ini diisi sementara oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Sehingga dengan berlakunya UU Cipta Kerja nanti maka otomatis SKK Migas akan dibubarkan.

Baca juga  BUMN-K Pengganti SKK Migas Didorong Khusus Kelola Hulu Migas Indonesia

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR, mengungkapkan bahwa saat ini pembahasan RUU Cipta Kerja belum dilanjutkan. “Belum (selesai), pending, kata Mulyanto kepada Dunia Energi, Jumat (10/9).

Namun demikian dia tidak menampik akan ada BUMN-K sebagai badan baru yang akan betugas sebagai pelaksana kuasa negara di sektor hulu migas dan seluruh fraksi sudah menyetujui keberadaan BUMN-K. “Sebagian besar fraksi memang mempertahankan definisi dan kelembagaan BUMN-K ini,” ujar Mulyanto.

Dalam Daftar Invebtaris Masalah (DIM) yang diterima Dunia Energi dan masih dibahas di Badan Legislatif (Baleg) ada sebagian fraksi yang sudah menyampaikan pendapat terhadap poin-poin aturan yang diusulkan tapi masih cukup banyak yang belum. “Namun pasal omnibusnya sudah lengkap dan disandingkan dengan UU eksisting,” ungkap Mulyanto.

Berdasarkan DIM Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada Pasal 4A ayat 1 tertulis Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.

Kemudian di ayat 2 tertulis Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dapat membentuk atau menugaskan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai pelaksana kegiatan hulu minyak dan gas bumi.

Pada ayat 3, Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat.

Kemudian pada ayat 4 Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi melalui kerja sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

Pemerintah Pusat menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang akan bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Lalu diatur juga masa peralihan sambil menunggu terbentuknya Badan Usaha Milik Negara Khusus. Pasal 64A ayat 1 sebelum terbentuknya Badan Usaha Milik Negara Khusus pada huruf a, diatur bahwa kegiatan usaha hulu migas tetap dilaksanakan berdasarkan kontrak kerja sama antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap.

Kemudian di huruf b kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak kerja sama antara SKK Migas dengan Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap tetap berlaku; dan pada huruf c tertulis SKK Migas tetap melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Kemudian di pasal 64A ayat 2 dengan terbentuknya Badan Usaha Hulu Milik Negara Khusus maka semua hak dan kewajiban serta akibat yang timbul terhadap SKK Migas dari kontrak kerja sama, beralih kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus. Hal itu tertulis ada pada huruf a.

Lalu pada pasal 64A ayat 2 poin b dituliskan bahwa kontrak lain yang berkaitan dengan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada huruf a antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan pihak lain beralih kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus.

Pada ayat 3 Semua kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak.

Kemudian pada ayat 4 tertulis Hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian, atau perikatan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilaksanakan oleh SKK Migas sampai dengan terbentuknya Badan Usaha Khusus Milik Negara Khusus.(RI)