JAKARTA – Rencana pemerintah untuk mengubah mekanisme distribusi LPG (Liquefied Petroleum Gas) bersubsidi kemasan 3 kg akan segera terealisasi. Saat ini persiapan terkait data dan pembahasan implementasi di lapangan masih terus dilakukan. Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan penggunaan kartu dalam subsidi LPG sedang disiapkan.

Nantinya kartu akan berisi saldo atau nominal yang akan berkurang ketika masyarakat yang telah memiliki kartu melakukan pembelian LPG. Penggunaan sistem kartu bertujuan untuk mengendalikan sebaran LPG bersubsidi yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran.

“Kartunya semacam saldo. Mengurangi subsidi? Tidak ada hubungannya. Berartinya subsidi tepat sasaran dan volumenya terkendali,” kata Arcandra di Jakarta, akhir pekan lalu.

Kementerian ESDM sudah tidak lagi mempersiapkan data karena menjadi tanggung jawab dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Untuk pelaksanaan, termasuk pembagian kartu akan dilakukan Kementerian Sosial.

TNP2K melakukan uji coba penggunaan kartu di tujuh wilayah, di antaranya Jakarta Utara, Bogor, Kediri, Bukit Tinggi, Gunung Kidul, Tomohon, dan Tangerang. Uji coba juga melibatkan tiga bank BUMN, yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri.

Tahap pertama akan dilaksanakan kepada 14.193 warga penerima subsidi. Setiap warga menerima uang transfer nominal sebesar Rp 20.000 sebagai bentuk subsidi langsung. Uang Rp 20.000 langsung masuk ke rekening rumah tangga penerima manfaat subsidi, kemudian langsung bisa melakukan transaksi pembelian LPG 3 kg di toko yang turut melakukan uji coba.

Formula Baru

Kementerian ESDM juga telah menetapkan formula baru harga LPG 3 kg. Beleid yang keluar pada Maret dan berlaku surut sejak 1 Januari 2019 tersebut nantinya akan mengubah acuan perhitungan harga keekonomian LPG. Hal tersebut akan berpengaruh pada besaran tagihan subsidi yang ditanggung  negara. Adapun volume kebutuhan LPG tabung 3 kg tahun anggaran 2019 sebanyak 6.978.000 Metrik Ton (MT).

Menurut Arcandra, perubahan formula yang baru dengan formula yang lama berada pada besaran persenan Harga Indeks Pasar (HIP) yang memakai acuan CP Aramco sebagai acuan dasar harga gas. Perbedaan lainnya adalah besaran variabel biaya produksi.

“Kunci perubahan formula adalah efisiensi logistik dan real cost yang ada. Jadi, sesuai dengan fakta dan dalam struktur biaya tambahan ada efisiensi yang bisa dilakukan,” ungkap Arcandra.

Pada formula lama ditetapkan bahwa struktur harga keekonomian LPG didapat dari 103,64% HIP + US$ 84 dolar per MT + Rp1.950 per kilogram. Arti dari formula tersebut adalah 103,64% HIP adalah seluruh komponen pembentuk harga dasar yang berupa satuan CP Aramco rata rata harian, kurs rupiah atas dolar AS rata-rata harian dan juga perbedaan harga komponen antara impor gas dengan produksi gas dalam negeri.

Formula baru berubah menjadi 103,85% HIP + US$ 50,11 per MT + Rp1.879 per kilogram. Artinya, dalam satuan harga dasar mengalami peningkatan karena selama ini salah satu variable biaya yaitu biaya kapal selalu berubah. Hanya saja terjadi penurunan di variable ongkos angkut dan margin usaha dan margin penyalur yang bisa lebih efisien. Untuk acuan US$50,11 per MT adalah satuan biaya pengolahan dan produksi sesuai dengan harga rata-rata harian acuan internasional atas gas.

Formula baru akan ditetapkan sebagai respon pemerintah terhadap perubahan harga ataupun biaya yang menjadi komponen dalam formula harga sepanjang  2018 lalu. “Harapannya dengan formula baru ini kita bisa mendapatkan harga yang lebih aktual. Selain itu, ada aspek penghematan yang bisa didapat dari formula tersebut,” kata Arcandra.(RI)