JAKARTA – Pemerintah bersama Komisi VII DPR kembali melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Pemerintah menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) ke DPR dan draf revisi undang-undang yang nanti akan dibahas bersama panitia kerja (Panja) Minerba yang baru saja dibentuk.

Pemerintah menyodorkan perubahan sebanyak 69% terhadap berbagai pasal di UU Minerba dengan total pasal yang diubah sebanyak 121 pasal, terdiri dari 85 pasal yang diubah dan usulan 36 pasal baru, dengan jumlah DIM mencapai 938.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan dalam draf usulan tersebut ada 13 isu utama yang harus menjadi perhatian pemerintah maupun anggota DPR. “Dari 13 isu utama, tujuh isu merupakan usulan pemerintah. Enam sisanya dari pemerintah dan DPR,” kata Arifin di Komisi VII DPR, Jakarta, Kamis (13/2).

Isu yang menjadi usulan pemerintah adalah pertama penyelesaian permasalahan antar sektor. Perlu ada jaminan kepastian pemanfaatan ruang dan lahan yang sudah ditetapkan. Serta batasan kegiatan pengolahan dan pemurnian. Kedua, terkait dengan penguatan konsep wilayah pertambangan. Kegiatan penyelidikan dan penelitian dapat dilakukan di seluruh wilayah hukum pertambangan.

Ketiga, memperkuat kebijakan nilai tambah. Pemerintah mengusulkan insentif bagi perusahaan yang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) hingga 2022. Serta hilirisasi batu bara.

Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba. Penugasan kepada BUMN, BUMD swasta pada kegiatan penyelidikan dan penelitian di daerah pada area green field (right to match), mendorong ekplorasi melalui anak usaha, membayar dana ketahanan cadangan minerba. Kelima, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan. Kewenangan penerbitan surat izin penambangan batuan oleh Gubernur. Keenam, luas wilayah perizinan petambangan yakni dengan menghapus luas menimun WIUP Eksplorasi. Ketujuh, yakni terkait jangka waktu IUP/IUPK. Pemerintah mengusulkan ada insentif bagi pemegang IUP/IUPK yang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian.

Memasuki poin kedelapan yang merupakan usulan bersama antara pemerintah dan DPR adalah UU Minerba yang baru harus bisa mengakomodir pususan MK dan UU 23 tahun 2014 dimana WP ditetapkan oleh menteri setelah ditentukan pemerintah daerah provinsi.

Kesembilan adalah penguatan peran pemerintah dalam pembinaan pengawasan Pemerintah Daerah. Sanksi terhadap pemda apabila tidak patuh melaporkan kegiatan tambang di daerah serta pengelolaan inspektur tambang oleh pusat.

Sepuluh, Penguatan peran BUMN yakni memberikan prioritas pengelolaan wilayah eks Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Batu bara (PKP2B) kepada BUMN, penugasan BUMN untuk kegiatan eksplorasi.

Sebelas, kelanjutan operasi KK atau PKP2B menjadi IUPK. Usulan ini sendiri disodorkan dengan memperhatikan penerimaan negara dan kepastian berusaha bagi pemegang IUPK.

Dua belas, izin pertambangan rakyat. Lyas Wilayah Pertambangan Rakyat semula 25 hektar menjadi 100 hektar dan pendapatan daerah dari IPR.

Terakhir, usulan terkait tersedianua rencana pengelolaan minerba nasional. Pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dilakukan secara sistematis terpadi, terarah, terpadu, menyeluruh, transparan dan akuntabel.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan panja Minerba akan gerak cepat membahas setiap usulan yang sudah disampaikan termasuk mengsinkronisasikan dengan Omnibus Law yang sekarang juga sedang dibahas. “Pasal-pasal nanti yang dibahas di omnibus law sudah pasti enggak tercantum di RUU Minerba. Jadi tidak akan tumpang tindih, Ombinus law itu kan payung hukum semuanya,” kata dia.

Menurut Sugeng, pemerintah dan DPR memiliki perhatian yang sama yakni ingin segera menyelesaikan RUU Minerba karena merupakan dasar hukum yang dibutuhkan pelaku usaha untuk berinvestasi. Jadi ada dari 13 isu strategis yang disampaikan pemerintah adalah batu bara dan ada kontrak karya generasi I (PKP2B), maka revisi UU dibutuhkan untuk memayungi segala keputusan itu. Apalagi menurut UU Nomor 4 Tahun 2009  ada rezim berganti dari KK jadi IUP dengan sejumlah ketentuan, misalnya di IUP itu kan luasan wilayah dibatasi hanya saja wilayah untuk IUP baru.

“Bagaimana dengan PKP2B yang habis kontrak? Kan ada perpanjangan otomatis 2×10 tahun. Luasannya  belum diatur untuk pertambangan yang sudah habis. Yang dibatasi 15 ribu ha itu adalah IUP baru di batu bara. Inilah yang akan jadi bahasan kita, sebab harus ada kepastian hukum, kepastian usaha,” kata Sugeng.

Dia pun optimis bahwa pembahasan RUU Minerba bisa selesai di Agustus mendatang. Ia mengakui ada perusahaan yang akan habis masa kontraknya di tahun ini, yakni Arutmin. Tapi bukan berarti pembahasan RUU Minerba mengakomodir berbagai kepentingan pelaku usaha.

“Insya Allah (Agustus selesai), Beberapa PKP2B ada yang sudah mau selesai pada November,tapi bukan kejar itu. Kami kan mau memberikan kepastian usaha. Jadi jangan kalian bilang ini untuk kepentingan PKP2B? Tidak juga. UU ini kan sudah lama,” kata Sugeng.(RI)