JAKARTA – Panas bumi menjadi salah satu potensi Energ Baru Terbarukan (EBT) yang akan makin digenjot pengembangannya oleh pemerintah. Salah satu upaya adalah dengan mengurangi risiko melalui bantuan pendanaan proyek panas bumi. Ada dua mekanisme pendanaan di tahap eksplorasi yang dibantu pemerintah.

Ida Finahari Nurhayatin, Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan risiko yang ditanggung pengembangan panas bumi selama ini menjadi kendala pengembangan energi terbarukan tersebut. Adapun dua mekanisme pendanaan itu adalah Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP) dan Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM).

Sumber dana PISP berasal dari anggaran negara dan saat ini telah dijalankan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI). Sementara GREM, akan menggabungkan berbagai sumber pendanaan, yakni pinjaman Bank Dunia, Clean Technology Fund (CTF), Green Climate Fund (GCF), termasuk PISP. Baik GREM maupun PISP, seluruhnya akan dikelola oleh SMI.

“Dana PISP sekitar Rp3 triliun, dan untuk GREM sekitar US$650 juta,” kata Ida, Kamis (26/11).

Ida mengatakan sulitnya mencari pendanaan untuk kegiatan eksplorasi merupakan salah satu kendala utama pengembangan potensi panas bumi nasional. Hal ini lah mendorong pemerintah menginisiasi mekanisme pinjaman untuk proyek panas bumi, baik untuk BUMN maupun perusahaan swasta.

“Eksplorasi yang memang masih memiliki resiko besar di sisi hulu, dan ini lah upaya pemerintah (PISP dan GREM) untuk berbagi resiko dengan pengembang,” ungkap Ida.

Menurut Ida, untuk mekanisme GREM ini belum berjalan karena masih dibahas pelaksanaannya oleh Bank Dunia, Kementerian Keuangan, dan SMI.

“Saat ini sedang dibahas seperti apa nanti mekanismenya dan berapa bunganya, dan berapa derisking yang akan diberikan ke pengembang,” ujarnya.

Berdasarkan data pengelolaan dana PISP 2019, komitmen Bank Dunia terhadap GREM tercatat sebesar US$505 juta dan alokasi dari PISP Rp 2,08 triliun. Dalam laporan juga disebutkan belum ada penggunaan dana GREM. Hal ini lantaran program tersebut masih dalam proses menjadi efektif. Namun, terdapat alokasi US$150 juta sebagai sumber pendanaan untuk pembiayaan kegiatan eksplorasi.

Sementara total dana PISP yang dialokasikan Kementerian ke SMI yakni senilai Rp3,12 triliun dengan alokasi penggunaan dana ini diantaranya yakni pembiayaan PLTP Small Scale Dieng 10 megawatt (MW) oleh PT Geo Dipa Energi (Persero), serta penyediaan data dan informasi panas bumi melalui pengeboran eksplorasi oleh pemerintah. Hingga akhir 2019, pembiayaan yang telah dicairkan yakni untuk Geo Dipa sejumlah US$2,9 juta.

Selain, pendanaan, pemerintah juga tetap akan membiayai pengeboran sumur eksplorasi panas bumi dengan anggaran negara. Pemerintah akan melakukan eksplorasi total di 20 wilayah panas bumi dengan potensi sumber daya mencapai 1.844 megawatt (MW) dan rencana pengembangan hingga 683 MW. Rincinya, wilayah panas bumi Lokop di Aceh, Sipoholon Ria-Ria di Sumatera Utara, Gunung Endut di Banten, Guci di Jawa Tengah, Gunung Batur-Kintamani di Bali, Sembalun di Nusa Tenggara Barat, Sajau di Kalimantan Utara, Jailolo di Maluku Utara, dan Banda Baru di Maluku.

Kemudian, pengeboran eksplorasi juga dilakukan di Nage dan Maritaing di Nusa Tenggara Timur, Bora Pulu dan Marana di Sulawesi Tengah, serta Bituang dan Limbong di Sulawesi Selatan. Di Jawa Barat, pengeboran ini dilakukan di Cisolok Cisukarame, Gunung Galunggung, Gunung Tampomas, Gunung Ciremai, serta Gunung Papandayan.

Ida sebelumnya mengatakan, selain mengurangi risiko pengembang, pengeboran eksplorasi oleh pemerintah ini juga bakal mempercepat jangka waktu pengembangan blok panas bumi dari 10 tahun menjadi lima tahun. Hal ini lantaran pengembangan bisa dapat langsung mengembangkan blok panas bumi yang dimenangkan.

Hingga akhir 2020, kapasitas PLTP nasional berada di posisi 2.130 MW. Kemudian, pada  2021, kapasitas terpasang PLTP diproyeksikan naik menjadi 2.326 MW. Selanjutnya, kapasitas PLTP ini akan terus meningkat menjadi 2.401 MW pada 2022, 2.656 MW pada 2023, 2.971 MW pada 2024, dan melonjak tajam menjadi 3.576 MW pada 2025. Terdapat total 47 pembangkit dengan total kapasitas 1.446 MW yang dijadwalkan beroperasi pada 2021-2025.(RI)