JAKARTA- PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, mendesain penurunan tarif listrik sejak dirilis program percepatan pembangunan listrik 35 ribu megawatt (MW). Sofyan Basyir, Direktur Utama PLN, mengatakan desain penurunan harga dilakukan dengan menekan harga pembelian listrik dari perusahaan pembangkit listrik swasta (IPP) dan menghemat pengeluaran operasional perusahaan.

“Jika pada 2022 nanti seluruh pembangkit listrik dari program 35 ribu MW beroperasi, tarif bisa saja turun dari tarif saat ini karena sejak awal program listrik itu untuk menurunkan cost kelistrikan nasional. Kami yakin bisa menurunkan tarif listrik, itu by design. Itu mimpi kami,” ujar Sofyan di Jakarta, Rabu (16/1) malam.

Data dari PLN menyebutkan tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.548 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 5% menjadi Rp 1.467 per kWh untuk tegangan rendah. Untuk tegangan menengah tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.219 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 9% menjadi Rp 1.115 per kWh, lalu untuk tegangan tinggi tarif listrik pada Juli 2015 sebesar Rp 1.087 per kWh dan pada 31 Desember 2018 tarif turun 8% menjadi Rp 997 per kWh.

Menurut Sofyan, sebelum ada program 35 ribu MW, harga listrik dari pengembang listrik swasta yang berasal dari Jepang mencapai US$ 7 sen per kWh dan pembangkit dari China sebesar US$ 6 sen per kWh. Namun, sejak ada kebijakan 35 ribu MW, harga jual listrik untuk pembangkit dari perusahaan Jepang hanya US$ 5 per kWh dan dari IPP China US$ 4 sen per kWh. Artinya, ada penghematan US$ 2 sen per kWh. “Kalau dikalikan 25.000 MW yang merupakan jatah dari pengembang listrik swasta, ada efisiensi sekitar Rp 40 triliun per tahun,” katanya.

Selain menekan harga pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) harga listriknya yang ditekan, Sofyan juga mengatakan harga jual listrik dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT) juga turun. Saat ada peraturan soal feed in tarrif harga jual listrik dari angin harganya US$ 18 sen per kWh. Namun, PLN kini bisa menurunkan menjadi US$ 10 per kWh. Demikian juga solar panel, turun menjadi US$ 6,7 sen per KWh dari US$ 22,5 sen per kWh. Dengan adanya pemangkasan harga jual listrik dari IPP harga pokok produksi ikut turun karena harga yang baru lebih murah dari yang lama.

“Upaya lain yang kami lakukan adalah pembelian batubara ke pembangkit PLN yang memakai harga patokan US$ 70 per ton untuk batubara DMO,” katanya. (RA)