JAKARTA – Pemerintah sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 pasal 6 butir 1.a (wajib) menetapkan kebijakan nasional tentang pengelolaan mineral dan batu bara. Kebijakan nasional tersebut dapat digambarkan sebagai GBHN untuk pengelolaan mineral dan batu bara, baik dalam jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek.

“Indonesia sudah memanfaatkan industri pertambangan sebagai salah satu andalan ekonominya selama hampir 40 tahun, namun tidak memiliki kebijakan mineral secara nasional, cukup memprihatinkan. Ibaratnya orang berjalan tanpa kompas dan petunjuk,” kata Budi Santoso, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (CIRUSS), Selasa (17/9).

Menurut Budi, euforia otonomi daerah dan era demokrasi telah mengakibatkan pengelolaan sumberdaya mineral dan batu bara menjadi tidak optimal dan menyebabkan sumber daya alam yang
langka tersebut menjadi sia-sia akibat munculnya ego sektoral. Jika dibiarkan, maka manfaat ekonomi keberadaan mineral dan batu bara di seluruh wilayah NKRI bisa hilang selamanya.

Kebijakan mineral nasional sangat penting karena akan menjadi rujukan bagi seluruh komponen bangsa dalam menetapkan kebijakan lain terutama yang berkaitan dengan penetapan ruang.

Seiring dengan semangat pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla dalam pengembangan infrastruktur, pengembangan wilayah dan penetapan tata ruang serta zonasi, maka CIRUSS memberi masukan dan menghibau pemerintah agar, pertama menetapkan Kebijakan Mineral dan Batu bara Nasional sebelum melakukan revisi UU Pertambangan Mineral dan Batu bara dan peraturan turunannya.

“Kedua, dalam penetapan tata ruang dan zonasi harus mempertimbangkan dan memastikan keberadaan mineral dan batu bara yang merupakan asset negara dan daerah terlebih dahulu untuk menghindari keterdapatan sumber daya mineral dan batu bara tersebut sia-sia selamanya,” kata Budi.

Ketiga, pemerintah harus menetapkan pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batu bara sebagai priotas sebelum lahan tersebut digunakan untuk peruntukan lain, misalnya penggunaan area komersial, infrastruktur, perkotaan, industri dan sebagainya, sehingga mineral dan batu bara tersebut dapat memberikan manfaatnya yang maksimal. Keempat, komoditi timah, mineral jarang, emas, tembaga, perak, bauksit, pasir besi, batu bara dan mineral penting lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yang keberadaannya berdekatan dengan pemanfaatan ruang yang tidak alami dan akan mengurangi keekonomian mineral-mineral tersebut, perlu mendapatkan priotas sehingga tidak menjadi sia-sia.

“Masukan kelima, pemerintah pusat dan daerah yang akan menetapkan tata ruang dan zonasi diharapkan terlebih dahulu mengambil kesempatan untuk mendapatkan manfaat ekonomi keberadaan mineral dan batu bara untuk pembangunan daerahnya dan jangan sampai mineral dan batu bara tersebut sia-sia selamanya,” tandas Budi.(RA)