JAKARTA – Pada pertemuan negara-negara G20 di Roma Italia beberapa waktu lalu ternyata dijadikan ajang protes pada negara-negara yang selama ini mendapatkan pasokan nikel ore dari Indonesia untuk kebutuhan industri mereka. Namuan sejak 2020, Indonesia sudah memberlakukan larangan ekspor nikel ore atau nikel kadar rendah tersebut.

Joko Widodo, Presiden Indonesia, menegaskan larangan ekspor nikel ore sudah jadi ketetapan pemerintah yang tidak akan diubah. Dia pun meminta para negara yang selama ini mendapatkan pasokan nikel ore tidak kecewa dengan mengajak adanya kerja sama dalam bentuk lain yakni dengan bersama-sama kembangkan produk turunan dari barang mentah tersebut.

“Beberapa negara menyampaikan opini mengenai kebijakan pemerintah untuk mengurangi ekspor nikel. Saya kemudian menawarkan opsi untuk melakukan kerja sama barang setengah jadi atau barang jadi,” kata Jokowi dikutip dari laman resmi akun Facebook-nya (21/11).

Pemerintah kata Jokowi akan terus mendorong program hilirisasi industri dengan mengurangi ekspor bahan mentah. “Kita ingin ada nilai tambah dan sekaligus menciptakan lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya,” tegasa dia.

Menurut Jokowi, melalui strategi hilirisasi, defisit neraca perdagangan atas Republik Rakyat Tiongkok misalnya, mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Di 2021 sampai Oktober ini tinggal minus US$1,5 miliar.Dia meyakini Indonesia mampu mengalami surplus perdagangan atas RRT pada tahun 2022. “Dari mana turunnya? Terutama dari besi baja dan nikel yang diolah jadi barang itu,” tegas Jokowi.

Selain hilirisasi dan industrialisasi, Jokowi menekankan pentingnya melakukan pengintegrasian bahan mentah, agar Indonesia mampu membuat barang jadi dengan bahan mentah milik sendiri. “Mau mobil listrik, semuanya dari kita,” ungkap Jokowi.

Terhitung mulai 1 Januari 2020 bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% tidak lagi diperbolehkan untuk dieskpor. Pemerintah beralasan latar belakang dikeluarkannya kebijakan ini yang utama adalah terbatasnya ketahanan cadangan. Dalam data Kementerian ESDM di akhir tahun 2019 cadangan terbukti untuk komoditas nikel nasional Indonesia sebesar 698 juta ton, hanya dapat menjamin suplai bijih nikel bagi fasilitas pemurnian selama 7,3 tahun (jika tidak ditemukan cadangan baru).

Cadangan terkira yang sebesar 2,8 miliar ton masih memerlukan peningkatan faktor pengubah seperti kemudahan akses, perizinan (izin lingkungan), dan keekonomian (harga) untuk meningkatkan cadangan teknis menjadi terbukti. Sehingga, dapat memenuhi kebutuhan fasilitas pemurnian sekitar 42,67 tahun.