JAKARTA – Pengelolaan mineral logam tanah jarang belum masif di Indonesia.  Padahal dari sisi sumber daya kapasitasnya besar. Melihat potensi tersebut PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) selaku induk holding BUMN tambang berinisiatif segera memanfaatkan potensi tersebut dengan menggandeng perusahaan China.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, mengatakan China menjadi salah satu kiblat pengelolaan dan pengembangan logam tanah jarang. Untuk itu, Inalum akan menjajaki kerja sama pengelolaan mineral yang kini menjadi salah satu amunisi dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
“China produksi 60%-70% rare earth (logam tanah jarang) dunia,” kata Budi di Jakarta belum lama ini.
Penelitian untuk mencari kandungan logam tanah jarang masih dilakukan di mineral timah dan bauksit. Kerja sama dengan perusahaan China sulit dihindari karena sampai sekarang perusahaan negara itu masih yang terdepan dalam pemanfaatan logam tanah jarang.
“Mereka (China) perusahaan yang paling maju. Yang maju itu China sama Jepang, hanya kalau Jepang agak susah sharing,” ujarnya.
Menurut Budi, jika sudah berhasil dikembangkan, maka Indonesia bisa menjadi alternatif utama pemasok logam tanah jarang yang banyak digunakan untuk berbagai produk teknologi tinggi. Namun belum bisa langsung menyaingi China, tapi paling tidak bisa jadi pilihan bagi negara lain yang membutuhkan.
“Bahasanya komplemen China pasti bisa, tapi kita pasti disukai, kenapa? Kayak Amerika sama Jepang sekarang, tersandera kalau mereka (China) berhenti berproduksi,” ungkapnya.
Logam tanah jarang biasanya dimanfaatkan untuk produk industri teknologi tinggi, seperti industri komputer, telekomunikasi, nuklir, dan ruang angkasa.
Penelitian yang dilakukan Inalum akan memakan waktu sekitar 1,5 tahun. Ketika sudah ada hasilnya, Inalum akan langsung bergerak cepat untuk implementasikan pemanfaatan logam tanah jarang dengan membangun pabrik serta menetapkan calon mitra. Proses ini dikebut berhubung sudah mendapatkan arahan langsung dari Presiden.
“Selama 18 bulan, itu kan arahan pak presiden. sejak sekarang. Sekarang lagi riset-riset. Waktu 18 bulan itu kita sudah memutuskan pabrik dan kerja sama dengan siapa,” kata Budi.(RI)