JAKARTA – Pelaku usaha penunjang hulu migas dalam negeri optimistis bisa meningkatkan kandungan lokal atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) jika ada keberpihakan, baik dari pemerintah maupun dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Andi Soelistyadi, General Manager PT Imeco Inter Sarana, mengungkapkan pemerintah harus kompak serta konsisten berpihak kepada industri dalam negeri. Apabila ada masalah seperti harga yang dikeluhkan terlalu tinggi seharusnya jalur diskusi segera dibuka bukan justru lebih memilih membuka keran impor.

Menurut dia, seluruh kementerian dan lembaga pemerintah diharapkan tidak membuka keran impor untuk peralatan migas yang bisa disediakan oleh para pelaku usaha dalam negeri. Tidak hanya pemerintah, KKKS atau perusahaan migas juga diharapkan ambil bagian dengan cara memperbarui kajian pasar produk yang diperlukan. Hal itu akan bermanfaat penentuan anggaran pengadaan industri dalam negeri, sehingga tidak terus tertekan demi efisiensi.

Owner Estimate (OE)-nya diturunin efisien, boleh saja asal dilakukan evaluasi pasar secara komperehensif, karena harga tidak turun terus, harga besi naik terus, harga variatif , sehingga OE harus variatif. Ada beberapa KKKS mengerti itu,” kata Andi kepada Dunia Energi di sela Forum Kapasitas Nasional 2021, baru-baru ini.

Andi menuturkan hal itu penting agar kapasitas nasional yang ditargetkan meningkat bisa menimbulkan multiplier effect untuk produk dalam negeri bukan justru dinikmati oleh para suplier produk dari luar negeri.

“Ketika proses tender berlangsung, harga OE-nya harus efisien turun orang luar tahu. Yang produsen dari luar tahu, dia naikin harganya. Apa akibatnya? harga komponen saya strukturnya ini harus kami turunkan kan, nah komponennya dinaikin harganya karena dia tahu ini barang yang nggak bisa diubah, OE-nya ini tetep turun jadi sebetulnya yang nikmati project bukan KKKS bukan produsen dalam negeri tapi produsen luar negeri,” jelas Andi.

Dia menuturkan jika harga produk dalam negeri dinilai mahal, Imeco siap diajak bicara. Pihaknya siap berdiskusi dengan perusahaan migas maupun pemerintah agar ada efisiensi sehingga bisa diperoleh harga produk yang kompetitif. “Itu adalah hal yang mudah bagi kami, asal kami diajak bicara,” ungkap Andi.

Imeco, kata Andi, menegaskan komitmennya terus meningkatkan kandungan dalam negeri (TKDN) peralatan hulu migas yang diproduksinya sejalan dengan ekspansi bisnis perusahaan dalam rangka turut serta berperan mengejar target produksi minyak 1 juat barel per hari (BPH). Sebagai salah satu pemain lama penyedia pompa angguk, manajemen sudah mencanangkan target agar produksi pompa angguk memiliki kandungan lokal hingga 100%.

“Khusus pompa angguk memang akan banyak digunakan di sumur-sumur tekanan rendah di Pertamina termasuk PHR termasuk. Kami akan berkiprah di Sumatera, Jawa dan Kalimantan ada juga di Papua tapi sedikit,” ujarnya.

Imeco telah memiliki pabrik peralatan hulu migas produksi di dalam negeri, di bawah lisensi perusahaan Amerika Serikat, sejak 1985. Ada dua produk andalannya, selain pompa angguk ada juga kepala sumur (well head). Keduanya telah memiliki TKDN cukup tinggi, yakni 54,6% untuk pompa angguk serta 70% untuk well head.

“Kami sedang proses untuk produksi roda penggerak dari pompa angguk ini di Indonesia, di mana engineering dan desain dari kami. Kira-kira lengkap dengan lisensinya dua tahun dari sekarang. Jadi dua tahun mendatang local content-nya bisa capai 90%, syukur-syukur 100%,” jelas dia.

Untuk well head, Imeco juga telah memiliki pabrik produksi di Batam sejak 1985. Namun, diakuinya, TKDN produk ini tidak setinggi pompa angguk lantaran teknologinya lebih komplek.

Tingginya kandungan lokal produk unggulan Imeco lantaran perusahaan dari awal berkolaborasi dengan mitra suplier bahan baku pembuatan produk dari industri di Batam. Andi menjelaskan, langkah perusahaan untuk terus menaikkan TKDN produknya ini lantaran manfaatnya bagi industri-industri dalam negeri akan cukup signifikan. Pembinaan industri lokal untuk menjadi suplier komponen terus dilakukan hingga, bahkan menempatkan langsung pegawai di pabrik, untuk menjamin kualitas peralatan migas dalam negeri ini tidak kalah dengan produksi mancanegara.

Kemudian, jika nantinya kegiatan operasi migas banyak berada di wilayah timur Indonesia, pihaknya juga siap membangun pabrik di sana. “Kami harus lakukan inovasi pemberdayaan industri lokal di sana. Kami ada kemampuan engineering, desain, dan sertifikasi internasional, tugas kami bagaimana membina industri lokal berkembang di sana,” tuturnya.

Andi berharap jumlah suplier lokal yang dilibatkan semakin besar seiring upaya Imeco menggejot TKDN. “Harapannya, makin tinggi local content, industri penunjang yang terlibat akan semakin banyak,” ungkap Andi.

Produk-produk Imeco juga telah digunakan dalam proyek-proyek migas yang digarap perusahaan migas kelas kakap, seperti PT Pertamina (Persero), Chevron Indonesia, Total E&P Indonesie yang kemudian dilanjutkan oleh Pertamina Hulu Mahakam (PHM), BP, Premiere Oil, dan lainnya. Beberapa produk Imeco juga telah dipakai untuk proyek migas laut dalam. Untuk di Rokan, pompa angguk yang digunakan mencapai 900 unit lebih lalu di Pertamina digunakan sekitar 145 unit serta KKKS lainnya 56 unit.

Menurutnya kegiatan migas laut dalam memang high technology, namun bukan berarti tidak ada local content yang menyediakan, tapi sangat minim perusahaan migas internasional akan cari aman akan menyiapkan segala spesifikasi kualitas yang aman untuk operasional.

Tapi, Andi yakin dengan adanya perkembangan kegiatan migas laut dalam di Indonesia serta didukung pemerintah maka industri penunjang sedikit demi sedikit bisa meningkatkan kapasitasnya untuk menghasilkan produk yang diminta KKKS.

“Sedikit demi sedikit seharusnya dengan niatan yang tulus kita harusnya bisa untuk tingkatkan secara progresif local content laut dalam terutama di wellhead sehingga nggak terlalu tergantung (produk impor),” jelas Andi. (RI)