JAKARTA – PT PLN (Persero) saat ini tengah mengikuti tender Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PTGU) yang digelar oleh Chevron Standard Limited (CSL) sebagai pemilik PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) dengan 95% saham operator PLTGU yang selama ini jadi pemasok listrik utama di blok Rokan. Selama ini ternyata PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berkontrak dengan MCTN memenuhi listrik dan uap di Blok Rokan.

Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN,  mengaku heran dengan proses tender pembangkit listrik tersebut. Dia menyatakan proses terkesan dilakukan secara tertutup sehingga harga yang dibuka oleh Chevron untuk pembangkit listrik yang sudah beroperasi lebih dari 20 tahun terbilang sangat mahal.

“Ini adalah aset yang akan dijual bukan kesempatan, sehingga harga yang ditawarkan itu enggak masuk akal sampai di atas US$ 300 juta,” kata Bob dalam webinar Pengaman Aset Negara dan Keberlanjutan Pasokan Listrik di Blok Rokan, Kamis (8/4).

Bob menegaskan PLN bukan orang baru dalam bisnis pembangkit listrik. Untuk itu seharusnya pembangkit listrik tersebut tidak dibanderol dengan harga setinggi itu. Ia pun meminta agar proses tender dapat dilakukan secara adil.

“Sengaja ditutupi untuk dapat nilai yang tinggi sebagai bangsa Indonesia ini adalah aset yang sudah dimanfaatkan,” kata dia.

John Hisar Simamora, Direktur Strategic Planning & Business Development Upstream Subholding Pertamina berharap agar PLN dapat masuk dan mengelola pembangkit berteknologi cogeneration (cogen) berkapasitas 300 megawatt itu. Pasalnya kedua belah pihak telah meneken nota kesepahaman perjanjian jual beli listrik.

Meski demikian, jika proses akuisisi pembangkit listrik milik MCTN itu belum rampung pada masa alih kelola 9 Agustus 2021 mendatang, Pertamina akan mengambil langkah melanjutkan kontrak yang sudah ada agar proses produksi tidak terganggu.

John memperkirakan harga jual listrik yang diberikan PLN tidak akan jauh berbeda dengan harga yang ada saat ini. Bahkan, bisa saja PLN memberikan harga yang lebih murah dibandingkan dengan MCTN.

“Jalan terbaiknya kalau PLN belum bisa ambil alih 9 Agustus kita tentu akan mirroring kontrak sampai PLN berhasil menuntaskan proses yang sedang terjadi,” ungkap dia.

Sementara itu Fataryani Abdurrahman Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan urusan pembangkit ini diselesaikan secara bisnis. Namun tidak ada salahnya pihak ketiga yang dimiliki oleh Chevron itu juga menghibahkan asetnya lantaran sudah dipastikan mendapatkan keuntungan dari operasinya selama ini.

“Itu sudah nol terdepresiasi. Negara harap kalau boleh pihak ketiga serahkan ke negara sah sah saja,” kata Fatar Yani.(RI)