JAKARTA – Pemerintah dinilai harus segera menjelaskan duduk persoalan utama belum turunnya harga BBM,  meski harga minyak dunia dan minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price ( ICP) yang jadi komponen penetapan harga BBM sudah turun signifikan.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan jika hanya dilihat dari aspek biaya produksi bisa dikatakan saat ini adalah momentum yang tepat untuk menurunkan harga BBM . Namun jika memperhatikan aspek lain bahwa saat ini kondisi tidak normal, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dunia usaha turun, konsumsi BBM turun, tentu kebijakan yang diambil akhirnya bisa lain.

“Tergantung objective dari pemerintah apa,
karena turunnya harga BBM belum tentu memberi manfaat signifikan,” kata Komaidi kepada Dunia Energi, Kamis (14/5).

Ini juga jadi pekerjaan rumah lain untuk pemerintah untuk bisa membangun komunikasi kepada masyarakat agar tidak terjadi salah paham. Pemerintah tidak bisa hanya diam begitu saja yang justru malah menambah pelik masalah. Harus ada komunikasi yang baik sehingga masyarakat paham kondisi yang tengah dihadapi pemerintahan maupun PT Pertamina (Persero).

“Ini yang penting harus dijelaskan dan dikomunikasikan. Bahwa memilih ini untuk kepentingan demikian,” kata Komaidi.

Banyak pihak sudah menyuarakan agar harga BBM turun, lantaran harga minyak dunia rendah dan jika ini sesuai dengan aturan yang dibuat pemerintah sendiri. Tapi pemerintah memilih untuk menunggu perkembangan harga minyak dunia hingga Juni mendatang.

Tren penurunan ICP kembali berlanjut. Berdasarkan Kepmen ESDM nomor 95 K/12/MEM/2020, ICP bulan April 2020 ditetapkan sebesar US$ 20,66 per barel. Realisasi ini turun dibandingkan ICP bulan Maret yakni US$ 34,23 per barel.

ICP SLC juga anjlok menjadi US$ 22,07 per barel turun dibandingkan Maret US$ 35,78 per barel.

Menurut Komaidi, belum ada yang bisa memprediksi pasti bagaimana pergerakan harga minyak ke depannya seperti apa. Ini juga tergantung dari perkembangan pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia.

Pertamina sendiri mengaku terpukul keras kondisi harga minyak dunia seperti sekarang karena selain memukul sektor hulu ternyata kondisi pandemi Covid-19 juga memukul penjualan BBM perusahaan yang anjlok hampir 20% secara nasional dibandingkan dengan kondisi normal. Di kota-kota besar yang sudah terapkan PSBB penurunan konsumsi BBM lebih dari 50% Bahkan manajemen menilai kondisi ini adalah kondisi penjualan BBM terburuk dalam sejarah berdirinya Pertamina.(RI)