JAKARTA – Pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan diyakini bisa meningkatkan kemampuan finansial perusahaan tambang. Pemerintah saat ini telah melakukan finalisasi untuk menyatukan empat BUMN tambang, yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium sebagai induk holding.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, mengatakan penggabungan empat BUMN tambang akan menciptakan total aset yang bisa dikonsolidasikan sekitar Rp87 triliun.

“Kalau sudah digabungkan bisa dileverage kalau butuh pembiayaan,” kata Fajar dalam konferensi pers yang digelar di Kementerian BUMN, Jumat (24/11).

Saat ini total aset Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Rp21,8 triliun, Aneka Tambang (Antam) Rp30,2 triliun, Bukit Asam Rp18,67 triliun, dan Timah Rp10,14 triliun. Serta ditambah aset dari 9,36% dari total aset Freeport Indonesia saat ini Rp141,68 triliun.

Pembentukan holding BUMN tambang adalah dengan mengalihkan saham seri B negara pada Antam sebesar 65%, Bukit Asam 65,02%, Timah 65% dan seluruh saham pemerintah di PT Freeport Indonesia sekarang sebesar 9,36% kepada Inaluam sebagai tambahan pernyetaan modal negara (inbreng).

Holding BUMN tambang juga dipersiapkan untuk bisa mengambil alih saham yang akan didivestasi Freeport Indonesia sebesar. Nantinya, holding BUMN tambang akan menguasai 51% saham Freeport. Sisa saham yang perlu didivestasi berarti sebesar 41,64%.

Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam, mengungkapkan jika sisa saham Freeport sudah didivestasi dan kembali diinbrengkan ke Inalum maka kemampuan financial holding tambang nanti akan melonjak cukup signifikan.

“Kalau Freeport sudah 51% itu nanti tergantung negosiasi, tapi nilainya jadi sekitar Rp200 triliun,” kata dia.

Selain itu, kemampuan perusahaan nasional dalam menguasai cadangan serta produksi tambang juga akan meningkat.

Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam, menambahkan saat ini dengan potensi sumber daya alam yang masih cukup besar peran negara melalui BUMN masih sangat minim dalam pengelolaan, misalnya untuk komoditas bauksit, emas, nikel, batu bara dan timah yang hanya sekitar 10%. Kemampuan BUMN tambang masih tertinggal dari PT Vale Indonesia Tbk, PT Adaro Energy Tbk dan PT Bumi Resources Tbk.

“Kalau kami sendiri-sendiri, untuk akuisisi mungkin kemampuan finansial terbatas. Kalau sama-sama, kami mungkin lebih bisa punya kemampuan. Dengan menguasai sumber batu bara lebih banyak, kami akan lebih leluasa melakukan hilirisasi,” tandas Arviyan.(RI)