JAKARTA- Keputusan pemerintah menahan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dinilai tepat untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah melambungnya sejumlah harga pangan akhir-akhir ini. Bhima Yudhistira Bhima, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), mengatakan untuk mengendalikan inflasi, ya dengan tidak menaikkan harga Pertalite ini. “Hanya saja Pertamina sebagai badan usaha harus mendapatkan dana kompensasi tambahan dari pemerintah karena Pertalite bukan BBM penugasan,” katanya, Sabtu (12/3).

Bhima mengatakan kebijakan pemerintah menahan harga Pertalite memang perlu diapresiasi. Pasalnya, BBM jenis ini konsumsinya lebih dari 50% dari total konsumsi BBM nasional.

Menurut dia, untuk BBM jenis nonsubsidi seperti Pertalite tinggal alokasikan saja dana kompensasi melalui skema APBN. Dana kompensasi itu bisa diperoleh dari windfall atau keuntungan booming-nya harga komoditas.

Sejauh ini, berdasarkan Celios, lanjut Bima, ketika harga minyak mentah mencapai di atas US$127 per barel, ada tambahan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp192 triliun. “Pendapatan (negara) kan langsung naik, jadi APBN punya ruang untuk menahan kenaikan harga Pertalite. Bahkan Pertamax juga bisa ditahan kenaikan harganya, meski harga minyak mentah sedang liar,” kata dia.

Kendati demikian, jika pemerintah merasa kesulitan menambal selisih harga keekonomian dan harga jual BBM, bisa dilakukan dengan realokasi dari dana infrastruktur. “Antara pembangunan IKN (ibu kota negara) dan jaga stabilitas harga di masyarakat pastinya lebih prioritas jaga stabilitas harga kan,” ujarnya.

Menurut Bhima, saat ini harga keekonomian Pertalite diperkirakan di atas Rp11.500 per liternya. Jika dijual di harga Rp7.650 per liter, Pertamina harus menanggung selisih Rp3.850 per liternya.

Kendati harga minyak dunia terus naik, BBM jenis Pertalite yang mayoritas dikonsumsi masyarakat memang masih dijual dengan harga lama. Pertamina selaku badan usaha hanya menaikkan harga tiga BBM jenis yakni Pertamina Turbo, Pertadex dan Dexlite pada pekan lalu, sebagai respons atas melonjaknya harga minyak dunia yang di akhir pekan ini mencapai US$109 per barel, setelah sempat melonjak hingga US$126 per barel.

Melihat kondisi tersebut Presiden Joko Widodo turut merespons dengan menanyakan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ikhwal masih ditahannya harga BBM kendati sejumlah negara sudah menaikkan harga jual BBM. (RI)