JAKARTA – Tren penurunan harga minyak dunia masih berlanjut, bahkan sempat negatif. Kondisi harga minyak negatif berarti pembeli minyak tidak mengeluarkan biaya saat menyerap minyak melainkan dibayar oleh produsen minyak. Widyawan Prawiraatmadja, Dewan Penasihat Pertamina Energy Institute, mengatakan kondisi harga minyak negatif menjadi peristiwa ekstrem dalam industri migas. Harga minyak  kolaps lantaran demand atau permintaan anjok akibat pandemi Covid-19. Ada beberapa contoh harga komoditas negatif, misalnya harga gas di beberapa tempat di Amerika Serikat.

“Kenapa bisa begitu? Karena gas yang terproduksi secara ikutan (by product) bersama minyak tidak boleh di flare (di buang ke udara dengan cara di bakar). Jadi gas disalurkan sekaligus yang mau ambil gas diberi uang, sebagai insentif. Nah dalam kasus ini, yaitu harga gas negatif, kan ada liquid (minyak) yang diproduksi dan menghasilkan uang. Jadi secara net masih positif,” kata Widyawan di Jakarta, Selasa (21/4).

Menurut Widyawan, kondisi bisa menjadi lebih ekstrim kalau produksi minyak yang ternyata mengalami nasib seperti gas saat kondisi negatif. Yaitu tidak ada yang mau membeli, serta storage di tempat produksi juga sudah penuh. Solusi sederhana adalah dengan menutup keran produksi minyak. Namun pada praktiknya tidak semudah itu untuk menutup sumur minyak. Pertama, butuh biaya yang tidak sedikit,  Pertimbangan yang paling penting adalah sumur yang sudah ditutup belum tentu bisa dibuka kembali untuk diproduksi pada saat demand kembali naik.

“Artinya aset yang dipunyai bisa hilang. Jadi menjual dengan harga negatif lebih murah biayanya dibanding dengan memberhentikan produksi,” katanya.

Widyawan yang juga pernah menjadi Gubernur atau perwakilan Indonesia di OPEC, menyatakan untuk kasus harga gas negatif adalah problem optimasi yang masih menghasilkan net benefit, sedangkan kasus harga minyak negatif adalah untuk mengambil jalan kerugian yang paling kecil, karena produksi tidak bisa dihentikan. Pembeli minyak tidak butuh untuk sekarang sekarang, sehingga jika diminta menyerap minyak perlu insentif. Salah satunya diberi uang oleh produsen (agar bisa tetap berproduksi). Jadilah harga negatif.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan Amerika Serikat, pada Selasa (21/4), sempat menyentuh -US$14,08 per barel .

Widyawan menuturkan harga negatif bisa terjadi di lokasi tertentu, dimana menghentikan produksi biayanya jauh lebih besar dibanding memberikan insentif pada pembeli.

“Jadi sifatnya hanya di lokasi-lokasi tertentu saja. Kalaupun hal ini nanti terjadi. Bukan harga acuan (WTI). Dalam konteks ini, harga WTI tetap positif, dan semua minyak Amerika mengacu pada WTI, tapi di lokasi tertentu ada harga yang perlu diberikan diskon (WTI – diskon). Nah pada saat diskon lebih besar dari WTI, terjadilah harga negatif,” kata Widyawan.(RI)