NEW YORK– Harga minyak melonjak sekitar 3% pada akhir perdagangan Jumat atau Sabtu (6/3) pagi WIB, mencapai level tertinggi dalam lebih dari setahun. Kenaikan ini didorong oleh respons positif investor menyusul laporan pekerjaan AS yang lebih kuat dari perkiraan serta keputusan OPEC dan sekutunya untuk tidak meningkatkan pasokan pada April 2021.

Mengutip Reuters, kontrak berjangka harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei, terangkat US$2,62 atau 3,9%, menjadi ditutup pada US$69,36 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April bertambah U$2,26 atau 3,5%, menjadi menetap di US$66,09 per barel.

Untuk minggu ini harga minyak Brent melonjak 5,2%, kenaikan pekan ketujuh berturut-turut untuk pertama kalinya sejak Desember, sementara harga minyak WTI melambung sekitar 7,4% setelah naik hampir 4,0% minggu lalu.

Kedua kontrak melonjak lebih dari 4,0% pada Kamis (4/3), setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, memperpanjang pembatasan produksi minyak hingga April, memberikan pengecualian kecil kepada Rusia dan Kazakhstan.

“OPEC+ menetapkan pendekatan hati-hati … memilih untuk meningkatkan produksi hanya 150.000 barel per hari (bph) pada April, sementara pelaku pasar memperkirakan kenaikan 1,5 juta barel per hari,” kata Analis Minyak UBS Giovanni Staunovo.

Investor juga terkejut bahwa Arab Saudi telah memutuskan untuk mempertahankan pemotongan sukarela sebesar satu juta barel per hari hingga April bahkan setelah kenaikan harga minyak dalam dua bulan terakhir didukung oleh program vaksinasi COVID-19 di seluruh dunia.

Beberapa peramal merevisi ekspektasi harga mereka naik menyusul keputusan OPEC+.

Goldman Sachs menaikkan perkiraan harga minyak mentah Brent sebesar US$5,0 menjadi US$75 per barel pada kuartal kedua dan US$80 per barel pada kuartal ketiga tahun ini. UBS menaikkan perkiraan harga minyak Brent menjadi US$75 per barel dan harga minyak WTI menjadi US$72 per barel pada paruh kedua tahun ini.

Selain itu pasar mendapat dorongan setelah sebuah laporan menunjukkan ekonomi AS menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan daripada yang diperkirakan pada Februari.

Laporan payroll (penggajian) non pertanian “menunjukkan bahwa warga Amerika lebih dekat dengan perilaku pra-pandemi yang akan mendorong permintaan kuat untuk minyak mentah,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York.

Pedagang juga mencatat kenaikan dolar, yang mencapai tertinggi sejak November, membatasi kenaikan harga minyak mentah. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Namun, analis dan pedagang mengatakan bahwa penjualan fisik minyak mentah yang lambat dan pemulihan permintaan yang tidak diprediksi hingga sekitar kuartal ketiga menunjukkan bahwa kenaikan harga tidak beralasan.

“Pasar menunjukkan keketatan yang tidak ada. Oleh karena itu, kami tetap yakin bahwa risiko harga terutama adalah penurunan dan harga saat ini melampaui batas,” kata Hans van Cleef, ekonom energi senior di ABN Amro.

India, importir dan konsumen minyak terbesar ketiga dunia, menyatakan keputusan OPEC+ untuk memperpanjang pemotongan karena harga bergerak lebih tinggi dapat mengancam pemulihan yang dipimpin konsumsi di beberapa negara.

Baker Hughes Co, perusahaan jasa energi, menyatakan pemulihan harga minyak ke level sebelum pandemi juga telah mendorong para pengebor minyak AS kembali ke sumur minyak. Jumlah rig minyak bertambah sepekan ini setelah naik selama enam bulan terakhir. (RA)