NEW YORK– Harga minyak mentah di pasar global Kembali melanjutkan penguatan. Pada penutupan perdagangan Rabu atau Kamis (20/1/2022) pagi WIB, harga minyak Kembali naik. Hal ini dipicu kebakaran pada pipa dari Irak ke Turki menghentikan aliran sebentar. Peristiwa ini meningkatkan kekhawatiran tentang prospek pasokan jangka pendek yang sudah ketat.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret 2022 naik US$0,93 atau 1,1%, menjadi ditutup pada US$88,44 per barel di London ICE Futures Exchange. Harga patokan global sempat menyentuh US$89,13, tertinggi sejak 13 Oktober 2014.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari bertambah US$1,53 atau 1,8%, menjadi menetap di US$86,96 per barel di New York Mercantile Exchange, merupakan level tertinggi sejak 9 Oktober 2014.

Harga minyak mengawali 2022 dengan gilang-gemilang. Sejak akhir 2021 (year-to-date), harga brent dan light sweet melonjak masing-masing 12,57% dan 14,56% secara point-to-point.

Ledakan di pipa minyak Provinsi Kahramanmaras (Turki) menjadi salah satu faktor pendongkak harga. Pipa ini menjadi salah satu jalur minyak utama.

Kahramanmaras adalah wilayah Kurdi, yang memegang peran penting dalam ekspor minyak Turki. Ekspor minyak dari wilayah Kurdi mencapai rata-rata 10 juta barel/bulan pada Oktober-Desember 2021.

Minyak dari wilayah ini kebanyakan dikirim ke Kroasia, Yunani, Italia, dan Spanyol. Aliran telah dilanjutkan melalui saluran pipa Kirkuk-Ceyhan yang membawa minyak mentah dari Irak utara, produsen terbesar kedua di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), ke pelabuhan Ceyhan di Turki untuk ekspor.

Gangguan di pipa minyak (yang bukan disebabkan oleh serangan) Kahramanras tentu akan mempengaruhi pasokan minyak ke negara-negara Eropa tersebut. Tidak heran bila harga bergerak ke utara alias naik.

Sejumlah pihak meyakini bahwa harga minyak masih bisa naik lagi. Target harga di US$100/barel sepertinya bukan sesuatu yang jauh dari jangkauan.

“Mungkin ketika harga minyak menyentuh US$90/barel akan terjadi profit taking. Namun harga minyak di US$100/barel tetap sebuah target yang realistis,” tegas Craig Erlam, Senior Market Analyst di OANDA, seperti dikutip dari Reuters.

Pejabat dan analis OPEC menyatakan rally minyak dapat berlanjut dalam beberapa bulan ke depan dan harga bisa mencapai US$100 per barel karena pulihnya permintaan meskipun terjadi penyebaran varian virus corona Omicron.

“Berapapun jumlahnya, persediaan global sepertinya akan terus berkurang selama beberapa bulan ke depan dengan pengetatan tersirat dalam keseimbangan yang mempertahankan harga tetap bullish sepanjang sisa bulan ini dan sebagian besar berikutnya,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.

OPEC+, yang mengelompokkan kartel dengan Rusia dan produsen lainnya, sedang berjuang untuk mencapai target peningkatan produksi bulanan mereka sebesar 400.000 bph.

Louise Dickson, analis pasar minyak Rystad Energy, mengatakan pemadaman yang tidak direncanakan di Libya, Ekuador, dan Kazakhstan, ditambah dengan penurunan peringkat ke perkiraan AS, Rusia, dan Brazil, bersama-sama mengakibatkan pasokan satu juta barel per hari lebih rendah bulan ini daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan pasar minyak akan surplus pada kuartal I 2022 karena beberapa produsen akan memompa pada atau di atas tingkat tertinggi sepanjang masa.

Surplus minyak juga akan mengakibatkan pada peningkatan persediaan karena IEA melaporkan bahwa stok komersial di negara-negara OECD jauh di bawah tingkat pra-pandemi di sekitar posisi terendah tujuh tahun. (RA)