JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru merevisi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang pengguna dan harga gas bumi tertentu di bidang industri. Melalui beleid baru ini, pemerintah menambah perusahaan yang menerima harga gas khusus, serta menurunkan harga gas hulu di beberapa blok migas.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui telah mendengar adanya kekhawatiran para pelaku usaha di sektor hulu terkait aturan harga gas untuk industri ini. Dia menjamin perubahan ketentuan ini tidak akan berdampak pada jatah perusahaan hulu migas.

Pasalnya, pengurangan harga gas ini hanya akan memotong bagian pemerintah. Dengan cara ini, penyesuaian harga gas hulu tidak akan merugikan industri hulu migas. “Tidak ada (dampak ke pengusaha di hulu), itu sudah menyesuaikan dan tidak mengurangi bagian hulu,” kata Arifin, saat ditemui Dunia Energi, di sela peresmian konversi motor BBM ke listrik, di Bogor, Rabu (18/8).

Arifin memastikan para kontraktor migas di hulu tidak mengalami kerugian karena pemerintah tengah menjaga betul iklim investasi. Jika bagian hulu di ganggu maka itu bisa memicu pelaku usaha tidak berinvestasi di tanah air. Untuk pemerintah memilih bagian negara yang dikurangi. “Yang dikurangi hanya bagian pemerintah. Bukan dikurangi tapi memang bisa berkurang,” ujar dia.

Menurut Arifin, iklim investasi hulu migas harus dijaga pasalnya pemerintah sudah mematok target tinggi terhadap produksi migas. “Iya dong (tidak rugi). Kalau hulunya rugi pada cabut semua. Target produksi minyak satu juta barel per hari (BPH) dan gas 12 BScfd nanti bagaimana nasibnya,” tegas Arifin.

Dalam lampiran Kepmen ESDM Nomor 134.K/HK.02/MEM.M/2021 yang mencabut Kepmen ESDM Nomor 89K/10/MEM/2020 terdapat tambahan sejumlah pelaku industri yang dapat menikmati harga gas US$6 per MMBTU. Selain itu juga terlampir daftar blok mana saja yang harga gasnya mengalami penurunan.

Kepmen 134K ini mengubah harga gas hulu untuk sejumlah pabrik pupuk dari awalnya menggunakan formula yang dikaitkan dengan harga amoniak dan urea, menjadi harga tetap.

Misalnya harga gas hulu dari wilayah kerja PT Pertamina EP Aset II untuk PT Pupuk Sriwidjaja Palembang yang ditetapkan US$6 ditambah 0,3(amoniak-320)/35 ditambah 0,5(urea-320)/30,66 per MMBTU dalam Kepmen 89K diubah menjadi flat US$6 per MMBTU.

Kemudian pasokan gas dari Blok Offshore North West Java (ONWJ) untuk PT Pupuk Kujang Cikampek dari awalnya US$5,65 ditambah 0,3(amoniak-320)/35 ditambah 0,5(urea-320)/30,66 per MMBTU menjadi flat US$5,86 per MMBTU.

Tidak hanya menurunkan, pemerintah juga melakukan penyesuaian harga gas hulu sehinga menjadi lebih baik. Salah satunya, perubahan harga gas hulu untuk PT Petrokimia Gresik dari Blok West Madura Offshore (WMO). Kepmen 89K menetapkan harga gas ini sebesar US$6 per MMBTU, namun diubah menjadi US$6,8 per MMBTU dalam regulasi baru.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menilai pemerintah harus berhati-hati dalam memformulasikan harga gas khusus ini. Harga gas yang rendah berdampak positif bagi konsumen. Namun, penetapan harga ini juga harus mempertimbangkan keekonomian proyek hulu gas.

“Jangan sampai proyek hulu tidak ekonomis nanti malah tidak berkembang dan kita tergantung dari impor,” ungkap Komaidi.

Selain itu, menurut dia, kebijakan mengurangi bagian pemerintah untuk mendapatkan harga gas rendah ini juga tidak dapat dilakukan terus menerus karena sejumlah lapangan yang bagian negara sudah nol tetapi harga gasnya masih di atas US$6 per MMBTU. Opsi lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah yakni pengurangan pajak menjadi nol. Akan tetapi kebijakan harga gas ini disebutnya tetap berpotensi berdampak negatif pada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“Kalaupun tidak berdampak secara keuangan paling tidak akan memberikan dampak secara administrasi. Dan untuk wilayah Indonesia Barat sudah hampir dapat dipastikan akan berdampak kepada keuangan KKKS, bagaimana harga hulu yang sudah kisaran US$8-10 per MMBTU harus ditekan di bawah US$6 per MMBTU,” kata Komaidi.(RI)