JAKARTA – Pemberlakuan harga gas yang baru, khusus bagi pelanggan industri bakal diberlakukan pada Juli 2019. Hal ini merupakan kelanjutan dari penerapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 58 Tahun 2017 tentang harga jual gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

Danny Praditya, Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), mengatakan PGN telah menyampaikan harga gas berdasarkan perhitungan yang diatur Permen 58. Nantinya hasil dari rekomendasi harga yang telah disampaikan bisa berlaku paling tidak pada Juli mendatang. Wilayah Batam menjadi prioritas yang akan menerapkan harga dengan mekamisme baru ini.

“PGN sudah menyampaikan perhitungan sesuai dengan permen yang disepakati bersama. Kami berharap dapat direkomendasikan. Satu satu area dulu kayaknya, belum keseluruhan. Kami sih harapannya 1 Juli untuk harga gas sesuai Permen 58, yang kebetulan yang tadi dibahas di Batam. Mungkin Batam dulu,” kata Danny di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/6).

Pasal 4 Permen ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang harga jual gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi menyebutkan harga jual gas bumi hilir dihitung menggunakan formula, yakni harga gas bumi  ditambah biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi ditambah biaya niaga.

Biaya pengelolaan infrastruktur gas bumi  meliputi pembebanan biaya yang ditimbulkan dari beberapa kegiatan antara lain, pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi atau distribusi, penyaluran gas bumi melalui pipa distribusi untuk menunjang kegiatan usaha niaga gas bumi (dedicated hilir) dan pencairan gas bumi.

Selain itu, juga meliputi kompresi Gas Bumi, regasifikasi, penyimpanan Liquefied Natural Gas/Compressed Natural Gas dan lainnya.

Pada pasal 5 ayat 4 (a) diatur bahwa IRR ditetapkan paling besar 11% dalam mata uang dolar AS. Tapi IRR bisa lebih dari 11%. Pasal 5 ayat 4 (b) ditetapkan bahwa badan usaha pemegang izin usaha niaga minyak dan gas bumi mengembangkan infrastruktur di wilayah yang belum berkembang atau belum ada infrastruktur sama sekali (pioneering), badan usaha bisa mengusulkan IRR paling besar 12%.

Bahkan badan usaha juga bisa mendapatkan IRR lebih dari 12% jika sesuai dengan evaluasi dan penilaian dari Menteri ESDM. Hal itu tertuang dalam pasal 5 ayat 4 (c). Volume gas bumi yang digunakan keekonomian awal sebesar alokasi gas yang dimiliki atau 60% dari kapasitas desain pipa yang dibangun, mana yang lebih besar.

Regulasi tersebut juga mengatur biaya niaga yang dipungut oleh badan usaha. Biaya niaga yang dimaksud adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan niaga gas tetapi tidak terbatas pada biaya pengelolaan komoditas, biaya pengelolaan konsumen, biaya pemasaran, biaya risiko, dan margin niaga. Jika penyaluran gas melalui dua badan usaha niaga berfasilitas untuk menyentuh konsumen akhir, biaya niaga dibagi ke dua badan usaha tersebut.

Pada pasal 6 ayat 1, biaya niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat 2 ditetapkan paling besar 7% dari harga gas bumi.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan untuk harga jual gas yang baru akan berlaku hingga lima tahun mendatang. Kontrak harga jual gas bumi untuk kawasan industri di Batam habis pada 30 Juni mendatang.

“Nanti Himpunan Kawasan Industri di Batam dan PGN sepakat dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri,” kata Djoko.

Berdasarkan Informasi yang diperoleh dunia energi. Ada tiga skema harga yang dibahas untuk harga gas di Batam. Pertama Harga U$7.22 per MMBTU , dengan baiya distribusi US$0.35, serta IRR -35%. Opsi berikutnya adalah harga U$7.97 per MMBTU, dengan distribusi US$1,1, kemudian IRR 8,4%. Opsi ketiga harga gas sebesar U$8,04, dengan biaya distribusi US$1.17, serta IRR sebesar 11%.

Untuk saat ini harga has di kawasan Industri Batam adalah sebesar US$ 7,22 per MMBTU. Dalam permen yang memang maksimal IRR di 11% atau sebagai batas atas sehingga kalau nanti ditetapkan dengan IRR dibawah itu masih diperbolehkan. Jadi maksimal harga yang bisa jadi pilihan sebesar US$ 8,04 per MMBTU.

Berdasarkan Informasi tersebut, Permen yang disiapkan pemerintah memang bertujuan untuk menekan harga gas yang dikuasai ditrader bertingkat, namun jika hanya ada satu badan usaha yang menguasai infrastruktur gas di suatu wilayah maka konsekuensinya harga bisa berubah naik.

OK Simatupang, Ketua Koordinator Wilayah Himpunan Kawasan Industri Indonesia Kepulauan Riau. mengatakan saat ini masih menunggu keputusan menteri terkait harga gas di kawasam industri Batam. Ia berharap pemerintah tidak lagi menaikan harga gas.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, harga gas dari hulu naik dari US$ 3,5 per MMBTU menjadi US$ 5,44 per MMBTU.  Harga gas bumi sampai ke hilir juga ikut naik dari us$ 5,72 per MMBTU menjadi US$ 7,22 per MMBTU.

“Berdasarkan kesepakatan PGN dan HKI Kepri, menunggu tanda tangan menteri ESDM. Dengan catatan dengan penetapan US$7,22 jangan dinaikkan lagi. Kami menunggu tanda tangan menteri ESDM. Harga gas industri di Batam naik sejak 1 November 2018,” kata OK.(RI)