JAKARTA– Harga avtur yang dijual PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, di kawasan regional sangat bersaing. Harga Avtur September 2019 di Bandara Soekarno Hatta sebesar Rp.8.658,55 per liter sedangkan di Bandara Juanda Surabaya sebesar Rp.9.585,07 per liter.

Harga tersebut, jauh lebih rendah dibandingkan Kuala Lumpur, yakni Rp9.594,29 per liter, Singapura Rp10.853,95 per liter, bahkan Manila Rp12.206,00 per liter, dan di Bandara Narita Tokyo Rp14.647,20 per liter.

“Terbukti bahwa harga avtur Pertamna tidak mahal,” ujar Sofyano Zakaria, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia-Energi, Sabtu (30/11).

Menurut Sofyano, komponen harga avtur di Indonesia sangat berbeda dengan Singapura karena pada avtur Pertamina terdapat komponen PPN sebesar 10%.

Selain itu, tambahnya, avtur yang dijual Pertamina masih dibebani PPh dan Iuran BPH Migas. Pajak dan pengutan itulah yang tidak ada di Singapura sehingga membuat harga BBM apapun menjadi lebih mahal.

“Kenyataannya dari posting price harga avtur September 2019, misalnya, terbukti harga Avtur Pertamina tidaklah mahal,” katanya.

Sofyano mengungkapkan pada dasarnya harga jual eceran avtur di Indonesia harus mengacu pada Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 17K/10/MEM/2019 Tanggal 1 Februari 2019 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakat Minyak Umum Jenis Avtur Yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.

“Selama ini Pertamina selalu mengikuti keputusan tersebut,” katanya.

Harga avtur juga sangat dipengaruhi volume pembelian dan lokasi bandara. Sebagai contoh, penjualan Avtur di Singapura mencapai 14.500 KL per hari dengan lokasi kilang berjarak 10 km yang disalurkan lewat pipa.

Sementara di Indonesia, meski penjualan mencapai 15.000 KL per hari, namun jumlah penyebaran mencapai 68 titik penjualan/DPPU yang tersebar di berbagai daerah.

“Penyaluran avtur di daerah remote dengan volume kecil tersebut yang bisa membuat biaya penyaluran menjadi mahal. Dan ini tidak terjadi di luar negeri, apalagi seperti Singapura. Jadi wajar saja, jika harga agak sedikit di atas Singapura,” kata dia.

Menurut dia, penyediaan avtur di seluruh wilayah Indonesia, termasuk area remote, bisa terwujud karena peran Pertamina. Pasalnya, selama ini tak ada swasta yang mau melirik bisnis tersebut, apalagi bersedia melakukan pemerataan distribusi sampai ke wilayah terpencil.

Importir umum diproyeksikan tergiur dalam bisnis avtur, tapi mereka hanya berebut Bandara ‘basah’, yaitu di Pulau Jawa dan Bali. Mereka enggan apabila disuruh melakukan pemerataan pendistribusian sampai ke ujung provinsi. “Bisa impor avtur dibuka namun syaratnya, ada penugasan pemerataan distribusi, importir juga harus menyalurkan ke berbagai area terpencil,” ujarnya. (RA)