JAKARTA – Setelah menghadapi tahun yang berat pada 2020 sebagai imbas dari pandemi Covid-19 dan mulai proses pemulihan pada 2021, pada tahun depan akan terjadi penyesuaian diri untuk kehidupan normal yang baru. Indra Darmawan, Staf Ahli Menteri Investasi/Kepala BKPM Bidang Ekonomi Makro, mengatakan tahun depan ada harapan terhadap pemulihan ekonomi,

“Tapi keyakinan ini terancam adanya varian baru. Kita belum paham mengenai dampak dari varian baru ini. Tantangan ke depan adalah kenaikan permintaan yang tidak ditangani dengan baik di sisi penawaran,” kata Indra saat menjadi keynote speaker mewakili Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadia dalam Outlook Sektor ESDM 2022 bertajuk Leading Post-Pandemic Business Recovery yang digelar E2S, Rabu (8/12).

Menurut Indra, Indonesia tetap menjadi tujuan utama investasi. Realisasi investasi angkanya di luar hulu migas dan sektor keuangan pada sembilan bulan pertama 2021 mencapai Rp659 triliun atau realisasinya 73%. “PMA dan PMDN balance. Sektor di konstruksi, logam dasar, transportasi pergudangan, utilitas, dan mining. Mining cukup tinggi untuk foreign direct investment,” kata Indra.

Indra mengatakan ketergantungan terhadap fosil masih tinggi, EBT yang ditargetkan bisa mencapai 23% pada 2035. Saat ini masih 11% atau masih cukup jauh dari target. Arahan Presiden Joko Widodo, misalnya akan melakukan transformasi terhadap EBT, menuju ekonomi hijau.

Indonesia juga harus mendorong pembangunan green industrial park, hingga meningkatkan investasi untuk transisi energi melalui beberapa upaya melalui pengembangan biofuel dan mobil listrik, pengembangan ekosistemnya, termasuk industri baterainya. “Untuk carbon market dan carbon price akan terus dikembangkan. Carbon tax akan diterapkan April tahun depan, nanti kita lihat pelaksanaannya,” kata Indra.

Satya W. Yudha, Komite Tetap Kebijakan dan Regulasi Kadin Indonesia, mengatakan tantangan ekonomi global saat ini tentunya akan membuat demand yang diharapkan seperti sebelum pandemi itu tidak terwujud maka akan dianggap sebagai tekanan luar biasa. “Progress investasi pasti tidak akan seperti yang kita bayangkan,” katanya.

Potensi EBT Indonesia yang dirilis Dewan Energi Nasional (DEN) dan Kementerian ESDM adalah 648,3 GW dan untuk mengembangkan potensi tersebut membutuh investasi besar. Pada 2060, untuk mengembangkan EBT yang mencapai 630 GW akan membutuh investasi hingga Rp100 triliun.
Rencana investasi penyediaan tenaga listrik sampai 2060 akan mengoptimalkan semua sumber energi, termasuk potensi energi nuklir. “Ini peluang adanya permintaan yang cukup besar karena meningkatkan roda pembangunan yang pasti tidak akan lepas dari sektor energi,” katanya.(RA)