JAKARTA – Target pemerintah untuk meningkatkan konsumsi gas dengan membangun satu juta sambungan rumah tangga (SR) jaringan gas dalam lima tahun ke depan diperkirakan sulit tercapai, apabila hanya mengandalkan kemampuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Jugi Prajugio, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), mengungkapkan kemampuan anggaran negara terbatas. Kemampuan negara membangun jargas hanya sekitar 80 ribuan SR per tahun.

“Sekarang ini anggaran ESDM yang saya tahu mendekati Rp 1 triliun, yang dibangun 80 ribuan SR. Jargas yang kita sudah miliki total yang dikelola PGN dan Pertamina sekitar 300 ribuan SR, sekarang kalau mau bertumpu pada APBN ya APBN-nya dinaikin,” kata Jugi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Senin (8/10).

Peningkatan anggaran seperti diketahui tidak akan mudah. Apalagi ditengah kondisi ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.

Namun demikian cita-cita untuk meningkatkan pembangunan jargas untuk rumah tangga bukan berarti tanpa jalan.

Menurut Jugi, ada satu cara lain yang bisa ditempuh, yakni melakukan penyesuaian harga jual gas yang melalui jargas kepada masyarakat. Ini bukan ditujukan bagi masyarakat golongan Rumah Tangga 1 (RT1) atau golongan masyarakat kecil akan tetapi ditujukan bagi RT2 atau masyarakat golongan menengah keatas seperti industri kecil maupun usaha kecil menengah.

Jugi megilustrasikan, harga gas LPG kemasan 12kg nonsubsidi sekitar Rp 150 ribu-160 ribu per tabungnya. Untuk memberikan marjin keuntungan bagi badan usaha maka harga gas golongan RT2 bisa dikaji untuk bisa mendekati harga LPG 12 kg nonsubsudi. Dengan penyesuaian harga diharapkan ada ruang margin yang bisa menarik investasi infrastruktur jargas.

Selain itu, ada ketentuan BPH Migas dimana harga RT2 bisa ditetapkan dua kali lipat dari harga RT1. Sekarang ini harga RT1 ditetapkan dikisaran Rp 4.250 per m3 akan tetapi sekarang RT2 hanya Rp 6.250 m3. Padahal jika berdasarkan ketentuan tersebut maka harga RT2 bisa saja ditetapkan sebesar Rp 8.500 m3, itu pun masih jauh dibawah harga LPG kemasan 12kg.

“Kalau itu mau kita buat lebih layak harganya untuk badan usaha sebenarnya bisa tuh pengusaha fokus ke RT2 termasuk industri kecil, UMKM tapi harganya di BPH Migas kita naikin mendekati harga 12 kg. Itu ada keuntungan badan usaha sehingga mereka tertarik untuk bangun sendiri,” papar Jugi.

Menurut Jugi, ide untuk melakukan penyesuaian harga gas bagi konsumen rumah tangga sudah disampaikan kepada badan usaha. Akan tetapi belum bisa diputuskan karena masih harus melalui kesepakatan lainnya mengenai harga yang pas apabila ingin dilakukan penyesuaian.

“Badan usaha itu menunggu, apa ada policy yang buat mereka lebih leluasa itu mereka senang. Sekarang masih dibahas,” tandas Jugi.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan dalam satu tahun diharapkan bisa dibangun 200 ribu SR. Bahkan pemerintah tengah menyiapkan regulasi khusus berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk bisa percepat pembangunan jargas rumah tangga.

“Kami ada rencana mau bangun satu juta SR di hilir, sambungan rumah tangga, mulai tahun depan. Pada 2019, rencana 200 ribu SR setiap tahun hingga menjadi 1 juta SR,” kata Djoko.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, sampai akhir 2017 jumlah jargas rumah tangga yang dimiliki sebanyak 373.190 SR, naik dibanding  2016 sebanyak 319.514 SR. Serta tahun 2015 dan 2014 baru sebanyak 220.363 SR dan 200.000 SR.

Pada tahun ini pemerintah sudah mematok target pembangunan jargas sebesar 88.740 SR sehingga secara total jargas akan menjadi 461.930 SR.(RI)