JAKARTA – Jalan panjang masih harus dilalui Proyek Lapangan Abadi, Blok Masela. Salah satunya adalah pengadaan lahan yang bisa memakan waktu lama, bahkan bertahun-tahun. Namun demikian Pemerintah Provinsi Maluku menegaskan akan menempuh berbagai cara yang sah secara legal untuk pengadaan lahan.

Murad Ismail, Gubernur Maluku, mengatakan saat ini Pemprov Maluku hanya tinggal menunggu inisiatif dari Inpex Masela Ltd untuk mengeksekusi pembebasan lahan. Dia menjanjikan jajaran Pemprov dibawah koordinasinya akan langsung turun tangan melakukan pembebasan lahan.

“Pengadaan lahan tergantung dari Inpex,  mau selesaikan kapan. Kami tunggu saja, enggak mungkin selesai kalau tidak ada dorongan dari Inpex. Karena semua izin lahan di atas 5 hektar adalah kewenangan gubernur, maka nanti saya akan bantu dan diskusi dengan bupati,” kata Murad dalam konferensi pers di hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/8).

Murad mengakui persoalan lahan Blok Masela bisa dibilang tidak mudah, lantaran sejak awal rencana pengembangan Blok Masela sudah banyak warga dan oknum yang menempati lahan yang diperkirakan menjadi lokasi pembangunan fasilitas dan proyek Masela.

Solusi untuk mengganti tanah pun tetap jadi jalan utama. Murad mengingatkan berbagai pihak yang telah menempati lahan bahwa penggantian akan dilakukan melalui perhitungan yang wajar.

“Masalah lahan akan kami selesaikan sebaik-baiknya. Saat Masela didengungkan ini sudah 10 tahun lalu memang banyak orang yang sudah menduduki tempat-tempat itu. Tapi akan kami jajaki dan fasilitasi agar tidak menghambat pembangunan kedepan, boleh ganti rugi semacamnya tapi yang wajar, akan kami fasilitasi,” ungkap Murad

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengatakan proses pembebasan lahan ini perlu lebih dulu melakukan pengurusan Analisis Dampak dan Lingkungan (Amdal). Agar bisa mengantongi Amdal dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK), maka Inpex lebih dulu harus melakukan survey untuk membuat kerangka Amdal. Namun, karena pandemi Covid-19 proses survey ini tersendat.

Menurut Dwi, Inpex sendiri menegaskan bahwa tahap lanjutan kegiatan survei bisa dilakukan pada semester II tahun ini. Total kebutuhan lahan proyek Masela sendiri sekitar 1.500 hektar. Tender untuk pengerjaan Front End Engineering Design (FEED) juga sudah dilakukan.

“Kami dapat update dari Inpex, survei bisa dilanjutkan di semester II, terutama survei data musim penghujan. Setelah persetujuan Amdal baru hal-hal lain terkait pembebasan lahan dan sebagainya, ini prasyarat bagi investor, bangun di daerah itu Amdal oke, itu jadi prasyarat,” ungkap Dwi

Tambaham pekerjaan pembebasan lahan ini tentu tidak lepas dari keputusan pemerintah yang merubaj skema pengembangan gas blok Masela dari offshore atau dengam membangun fasilitas pengolahan gas di laut menjadi di darat atau onshore.

Pada September 2015, Inpex mengajukan revisi rencana pengembangan atau Plan of Dvelopment (PoD) yang isinya terdapat peningkatan kapasitas produksi lebih besar dari 7,5 metrik ton per annum (MTPA) LNG. Kemelut sempat terjadi karena ada usulan untuk mengubah skema pengembangan dari semula dilakukan melalui pengembangan di laut menjadi di darat.

Pada 2016 Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan fasilitas produksi dan kilang LNG dibangun di darat. Pemerintah akhirnya juga memberikan persetujuan kepada Inpex untuk melakukan kajian pembangunan fasilitas dengan kapasitas 9,5 MTPA LNG dan 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas pipa.

Lokasi kilang LNG dan pengolahan gas Masela ditetapkan di wilayah Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku. Lokasi tersebut dinilai paling efisien dan cocok untuk dijadikan lokasi pembangunan kilang LNG yang ditargetkan bisa menimbulkan multiplier effect lebih besar dibanding kilang LNG dibangun di laut.(RI)