PEKANBARU – Proyek pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) PT Pertamina (Persero) melalui pembangunan green refinery di Plaju dan Dumai akan membutuhkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dalam jumlah besar. Jika kilang pengolahan menjadi bahan bakar  beroperasi, CPO yang dibutuhkan sebesar 1 juta ton per tahun yang berkembang pada puncaknya menjadi sebesar 15 juta ton per tahun.

“Kebutuhan sementara ini sekitar 1 juta per tahun. Itu untuk kebutuhan dua kilang, yakni Plaju dan Dumai. Tapi nanti ke depan bisa mencapai 5 juta ton per tahun, terus pengembangannya lagi menjadi sekitar 10-15 juta ton per tahun,” kata Heru Setiawan, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina di Pekanbaru, Selasa (19/3).

Nantinya proses produksi di green refinery Plaju dan Dumai akan menggunakan metode Co-Processing merupakan salah satu opsi metode produksi green-fuel melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi green fuel. Nantinya dua produk utama yang dihasilkan adalah avtur dan green diesel.

Untuk dapat kepastian pasokan CPO tersebut Pertamina telah menggandeng PTPN III dan RNI. Pertamina bisa manfaatkan produksi dari kebun kelapa sawit milik RNI dan PTPN III dan juga kebun kelapa sawit milik petani kelapa sawit di wilayah kerja RNI dan PTPN III.

Proses pengolahan CPO rencananya akan dilakukan di fasilitas Residue Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU) di Kilang Plaju, berkapasitas 20 MBSD (Million Barel Steam Per Day). Adapun CPO yang digunakan adalah jenis yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar bensin ramah lingkungan.

Hasil implementasi co-processing tersebut telah menghasilkan Green Gasoline Octane 90 sebanyak 405 MB/Bulan atau setara 64.500 kiloliter per bulan dan produksi Green LPG sebesar 11.000 ton per bulan. Pola pengolahan seperti itu yang akan dilakukan di kilang Dumai.

RDMP Tidak Terganggu

Heru menegaskan, rencana pembangunan green refinery tidak akan membuat Refinery Development Master Plan (RDMP) atau pengembangan kilang di Dumai terganggu.

“Nah untuk RDMP itu tetap kami rencanakan, namun tidak saling konflik atau tidak berlawanan dari green refinery meskipun ada pengembangan kilang itu nanti tetap komposisi bio akan dipertahankan,” ujar dia.

Rini Soemarno, Menteri BUMN,  mengatakan proyek green refinery  merupakan proyek yang terpisah dari RDMP. Meski begitu, ia memastikan kedua proyek ini tetap akan berjalan dan tidak ada yang ditunda.

Kebutuhan untuk bahan bakar konvensional, seperti Solar masih tinggi, karena itu perubahan menjadi green fuel termasuk green diesel tidak akan sekaligus.

“Jangan sampai ada persepsi yang salah. RDMP jalan tetapi kami  kembangkan untuk processing dari biofuel karena kebutuhan besar untuk Solar,” tandas Rini.(RI)