JAKARTA- PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah supervisi dan koordinasi SKK Migas, memprioritaskan sembilan struktur untuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Total belanja modal (capex) yang dibutuhkan diproyeksikan mencapai US$2,84 miliar.

Sembilan struktur tersebut adalah Rantau, Sago, dan Ramba di Pertamina EP Aset 1; Jirak dan Limau di Pertamina EP Asset 2, Tambun dan Jatibarang di Pertamina EP Asset 3; serta Sukowati di Pertamina EP Asset 4, dan Tanjung di Pertamina EP Asset 5.

Lima di antara struktur itu menggunakan metode chemical, yaitu Tanjung, Rantau, Sago, Jirak, dan Limau. Empat lainnya menggunakan metode karbondioksida (CO2).

John H Simamora, Direktur Pengembangan Pertamina EP, mengatakan prioritas pemilihan struktur berdasarkan jumlah cadangan yang dimiliki, rata-rata sekitar 300-700 MMSTB. Pertamina EP saat ini melakukan pilot EOR dengan polimer di struktur Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan akhir 2018.

“Field trial untuk chemical EOR polimer di Tanjung sekitar US$ 4 juta, termasuk untuk pengadaan 70 ton polimer,” ujar John dalam media gathering “Strategi dan Inovasi Pertamina EP Mendongkrak Produksi Migas” yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) bekerja sama dengan Dunia-Energi.Com dan PT Pertamina EP di Jakarta, Selasa (13/3).

Narasumber lain dalam media gathering ini adalah Andi W Bachtiar, Vice President EOR Pertamina EP.

John menjelaskan, EOR adalah salah satu metode untuk meningkatkan produksi. Pada 2018, produksi minyak dan gas Pertamina EP mencapai 101% dari target 253 MBOEPD menjadi 255 MBOEPD, terdiri atas produksi minyak 79.690 BOPD atau 96% dari target 83.000 BOPD dan gas 1.017 MMSCFD atau 1013% dari target 986 MMSCFD.

Tahun ini, Pertamina EP menargetkan produksi migas 258 MBOEPD, terdiri atas produksi minyak 85 ribu BOPD dan gas 970 MMSCFD. “Biaya EOR itu sangat besar karena itu dilakukan di lapangan yang punya cadangan besar. Kami berharap ada insentif untuk pengerjaan EOR,” kata John.

Menurut Andi, untuk meningkatkan produksi, Pertamina EP menempuh berbagai cara, antara lain mempercepat pengembangan struktur temuan eksplorasi di struktur Jatiasri, Bambu Besar, dan Akasia Bagus. Selain itu, memperketat pengendalian dan jaminan kualitas proyek-proyek pemboran, memperbanyak sumur outstep, memperkecil non productive time (NPT) pada operasi pemboran, dan proses pemboran dengan dogleg reamer, completion strategy, real time drilling monitoring.

“Kami juga melakukan EOR untuk memperoleh minyak dengan menggunakan material atau fluida khusus yang tidak terdapat dalam reservoar,” kata dia.

Umumnya, EOR diterapkan pada lapangan minyak yang telah lama beroperasi dengan tujuan meningkatkan produksi.

Andi mengatakan EOR dibutuhkan untuk mendapatkan ultimate oil secara ekonomis dari reservoar minyak, setelah perolehan dengan metode primer konvensional dan metode sekunder dilakukan.

“Potensi proyek waterflood dan EOR itu 69%. Total capex untuk waterflood project dan EOR US$776 juta untuk Lapangan Jirak, Ramba, Tanjung, Belimbing, Rantau, Tempino. Tanjung fullscale 2021,” kata Andy.

Pertamina EP terus berupaya dalam mendorong keberlanjutan proyek EOR yang terdiri dari surfaktan, polimer, dan CO2 flooding.

Andi menekankan perlunya dukungan stakeholder utama yang positif, khususnya dari Kementerian ESDM dan SKK Migas.

“Pertamina EP telah memiliki research and technology center (RTC) dan telah membuat serta melengkapi laboratorium EOR dengan biaya sebesar US$ 5 juta,” katanya.

Andi mengakui, tantangan dalam penerapan EOR di Pertamina EP adalah lapangan yang tersebar luas di seluruh Indonesia, tidak ada perusahaan yang bergerak di bidang kimia dari hulu sampai dengan hilir khususnya chemical EOR, selain itu perlu adanya peningkatan teknologi dan pengetahuan dalam bidang chemical EOR. “Apalagi EOR menjadi bagian dari Program Rencana dan Aksi (Renaksi) Nawacita milik Presiden,” katanya.(RI/RA)